Syarif Husni's Greeting


Sabtu, 25 Desember 2010

"Untuk Sebuah Nama"


 Seekor burung terluka sayapnya, patah..
Karena panah si durjana
Setitik cahaya mentari, kelam..
Karena mendung menerpa
Sehelai daun jatuh, terkapar..
Karena tangkai yang rapuh
Sebongkah es mencair di sombongnya kutub, luluh..
Karena panas yang merayu



Akan tetapi
Sebentuk rasa yang kupunya,
Tak akan pernah mati..
Walau beribu panah menancap di setiap sudutnya, mengalirkan bau amis darah luka
Ia akan tetap hidup walau tertatih dan berdarah..
Untuk sebuah nama, untuk sebuah hati..

(SH, Disebuah sudut, kala namanya memenuhi ruang rinduku, july 14,2010 pkl 09:43 pagi)


Rabu, 22 Desember 2010

Sarapanku Hari Ini adalah Wajahmu



Sarapanku pagi ini adalah wajahmu
Yang meringis sakit disana
Meronta lemah dalam payahmu

Oh teganya mereka
Bawamu dalam luka tak terperi
Gempita kegelapan mistik
Berbilang hari, bulan, bahkan tahun sudah

“Panggilkan ustadz Arif ke sini” rengekmu
Dalam baring ranjang kutukanmu
Bagai kayu lapuk menyerah pada anai-anai
Digerogoti. Hingga ke putih tulangmu

Aku bahkan tak mampu merasa
Ketika jemariku kau genggam dalam tangis
Ragamu bagai kapas, kau mati rasa!

Sarapanku pagi ini adalah wajahmu
Yang memaksa senyum ketika pamit kuucap
Kau memang tak mampu berkata
Tapi matamu bicara
Memohon : tolong sembuhkan aku!

Oh teganya mereka
Berkawan ifrit merasuk mimpimu
Menghadirkan luka dalam senyummu
Engkau hanya ruh, tiada raga!

Sarapanku pagi ini adalah wajahmu
Yang meringis sakit disana
Meronta lemah dalam payahmu

Tuhan...
Tangannya yang lemah telah lama melambai-Mu
Dalam harap dan air mata

Tengoklah ia, walau hanya sejenak...

Sarapanku pagi ini adalah wajahmu
Lekas pulih, riak pantai merindumu!.


(Angkasa, Mataram, 22 Des 2010)
Dedicated to : Kak Nur. Semoga cepat sehat!.

Sabtu, 18 Desember 2010

Antara Aku, Kau, dan Bukavu




“Dah satu tahun….” Katamu.

“Gak apa-apa….” Jawabku.

Kupandangi Bukavu. Ada wajahmu disana.
Cuek malu-malu!.
Antara aku, kau, dan bukavu
Pada suatu siang.
Tanpa Hemingway. Tanpa Helvy.




Syarif Husni, Mataram, 18 Des 2010.

Rindu yang Berdarah


Di sini bersama
Bintang. Aku menanti.
Bersama rinai hujan
Dan desau angin
Serta kuncup rasa yang semakin
Merekah.

Entah berapa lama lagi, denting waktu terus kulumat
Untuk memelukmu dalam kasih
Menuai rindu yang kita tanam
Akasia tua dibawah tatap purnama

Bersama senja aku menanti
Dengan selaksa harap ingin bersua
Dan aku tidak mampu lagi melumat waktu

Tahukah kau bahwa rindu ini berdarah?


Syarif Husni, Mataram, 18 Des’ 2010

Minggu, 05 Desember 2010

BEKU



Dingin. Semua membeku. Tidak terkecuali dirinya. Darahnya terasa membeku. Tubuhnya menggigil. Pagi-pagi sekali hujan mengguyur deras dari langit, mematikan hampir semua aktivitas manusia, termasuk dirinya.
Ia memandang ke arah barang dagangannya pagi itu. Barang yang sedari subuh ia ambil di pasar tradisional di kampung seberang yang akan ia jual di kampungnya. Ia khawatir kalau hujan terus-terusan mengguyur bumi, maka barang dagangannya pagi itu sudah dapat dipastikan tidak akan laku terjual. Kalau demikian maka ia akan merugi. Ia akan membayar barang-barang itu dari kantongnya sendiri, kantong yang hampir tak pernah berisi!. Ya, darimana ia akan dapatkan rupiah dengan kondisinya yang seperti itu?.
Barang-barang dagangan itupun ia ambil dari pedagang pasar dengan modal kepercayaan saja. Ia kemudian menjual barang-barang itu di kampungnya, dan uang dari hasil penjualan itulah yang akan ia pakai untuk membayar barang-barang itu keesokkan harinya. Dan pagi itu pun hujan. Deras sekali!. Harapannya pupus. Untuk kesekian kalinya, ia memandangi barang dagangannya..

Satu jam sudah hujan mengguyur bumi. Dan tanda-tanda kalau hujan akan reda belum terbaca sama sekali. Hatinya semakin galau. Bayangan Ani, sulungnya yang merengek meminta agar sepatunya yang sudah robek diganti dengan yang baru menggelebat dalam pikirannya. Belum lagi, kekhawatiran akan barang-barang dagangannya yang kemungkinan tidak akan terjual habis pagi itu, kian menambah gurat-gurat tua di wajah cantiknya. Terkadang ia merasa hidup sungguh tak adil. Tuhan pun bahkan tak pernah berpihak padanya, sekalipun!

Atas Nama Cinta


Aku adalah sesosok jasad kaku, terbujur. Sekujur tubuhku penuh luka tusukkan belati!.


***

“Kabune-ku ba mada sa'e?? Dou matua mada wati loa-na ka ao. Wati loa-na ka ao ade ndai ma sama..1.”. Katamu sendu.

“Mai ta lao rai2??” ajakku.

“Londo iha???. Ando ta da bade ba ita tabe’a kaluarga mada. Mada dahu ade-ku di iha kai ba ndai pea re3”.

“De kabune-ku arie??? De sampe ake mpa ndai ro??4” tantangku.

Kekasihku terdiam. Merenung dalam derai air mata yang mulai membuncah. Sejenak ia memandangku. Menelisik pedih rasa yang yang harus dikubur hanya karena perbedaan status sosial.

“Kalau memang itu satu-satunya cara yang harus kita tempuh, mada siap sa'e..5”

Dan malam itu rembulan jadi saksi. Dua anak manusia menantang badai yang mereka ciptakan sendiri.

Rabu, 27 Oktober 2010

Buatmu yg dicemburui Bidadari Syurga


Aku mungkin terlalu lancang menulis ini

Karena aku tidak tahu sama sekali tentang bidadari

Lancang. Kosong. Hampa.

Akan tetapi, aku ingin engkau tahu

Bahwa bidadari syurga cemburu padamu..



Adalah bukan kecantikan fisikmu yang membuatnya cemburu

Karena kecantikan fisikmu tak bermakna dihadapnya

Bukan juga lekukan tubuhmu

Karena ia akan melebur bersama tanah..

Apalagi harta dan jabatan duniamu

Hanya teman semu dikerdil waktu yang IA beri..



Maka biarkan tintaku memberimu sedikit jawaban

Akan rasa penasaranmu.

Ingat, hanya s-e-d-i-k-i-t !



Bahwa..

Ia cemburu karena Shalatmu

Ia cemburu karena Puasamu

Ia cemburu karena tilawahmu

Ia cemburu karena anggun jilbabmu

Ia cemburu karena mulya akhlaqmu

Ia cemburu karena qonaahmu

Ia cemburu karena halus tuturmu

Ia cemburu karena kesetiaanmu

Ia cemburu karena pengorbanan dan kasihmu..



Ia juga cemburu karena engkau berhak membersamai hamba-hamba yang sholeh diantara manusia..



Maka,

Buruk fisik bukan alasan untuk tidak membuatnya cemburu

Karena mulya akhlaqmu lebih utama.

Sepotong IMAN yang engkau miliki

Lebih berharga dari dunia dan isinya..







Maka,

Jagalah hakikatmu

Dengan membuatnya selalu cemburu



Karena Sang Nabi telah menjaminkan kemuliaanmu atas bidadari-bidadari syurga..









(Syarif Husni, Ba’da ashar, 16 juli 2010)

Selasa, 18 Mei 2010

Kapan Para Pemimpin sadar Bahwa Tugas Mereka Adalah Melayani Ummat?

Oleh : Syaikh DR. Muhammad Badi’ Mursyid Am Ikhwanul Muslimin

Segala puji bagi Allah, dan Salawat dan salam semoga tercurah kepada Rasulullah saw dan para pengikutnya, Selanjutnya.

Bahwa jabatan dalam Islam memiliki kedudukan yang tinggi guna dapat mengemban misi yang sangat besar dalam melayani bangsanya, Nabi saw bersabda:
إِنَّمَا الْإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ
“Seorang pemimpin adalah benteng, ikut berperang dibelakang dan memberikan perlindungan dengannya”. (Muttafaqun alaih)

Namun dengan syarat harus merealisasikan keadilan ditengah bangsanya dan menunaikan tanggungjawabnya dan amanahnya, Nabi saw bersabda:
إِنَّ أَحَبَّ النَّاسِ إِلَى اللَّهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَأَدْنَاهُمْ مِنْهُ مَجْلِسًا إِمَامٌ عَادِلٌ وَأَبْغَضَ النَّاسِ إِلَى اللَّهِ وَأَبْعَدَهُمْ مِنْهُ مَجْلِسًا إِمَامٌ جَائِرٌ
“Sesungguhnya orang yang paling dicintai oleh Allah pada hari kiamat nanti dan paling dekat majlisnya denganku adalah; imam yang adil, dan orang yang paling dibenci oleh Allah dan paling jauh majlisnya denganku adalah pemimpin yang jahat”. (At-Tirmidzi).

- Apakah para penguasa dan pemimpin negara membutuhkan adanya seruan untuk mengingatkan mereka tentang apa yang Islam telah perintahkan dan wajibkan kepada mereka dalam melakukanmobilisasi umat, menolak berbagai serangan yang bertubi-tubi atasnya dan tidak pernah berhenti?
- Apakah para penguasa dan pemimpin bangsa membutuhkan adanya peringatan bahwa Negara kita saat berada antara penjajahan dan hegemoni, pada melakukan negosiasi sia-sia dengan proyek Amerika dan Zionis, dan usaha merendahkan kita dengan berbagai macam cara?
- Apakah para pemimpin umat ini membutuhkan adanya orang yang siap untuk membantu mereka menyadarkan bahwa memberikan dukungan kepada Masjid Al-Aqsha dan melindungi tempat-tempat suci Islam atas tugas dan kewajiban atas mereka sebelum habis waktunya?

Seorang pemimpin yang adil Umar bin Al-Khattab dalam suratnya kepada para pemimpin rakyat setelah itu pernah berkata:
أَمَّا بَعْدُ، فَإِنَّ أَسْعَدَ الْوُلاَةِ مَنْ سَعِدَتْ بِهِ رَعَيِتَّهُ، وَإِنَّ أَشْقَى الْوُلاَةِ مَنْ شَقِيَتْ بِهِ رَعِيَّتَهُ
“Selanjutnya, bahwa sebaik-baik pemimpin atau orang yang paling bahagia adalah mereka yang mau membahagiakan rakyatnya, dan orang yang paling sengsara atau pemimpin yang paling celaka adalah pemimpin yang menyengsarakan rakyatnya”

Dengan timbangan ini dapat diukur kadar seorang pemimpin, memahami rakyatnya dan terdistibusi dengan baik kesejahterannya, dan dipahami oleh seluruh umat. Maka dari itu, saat ini seluruh bangsa dan umat meyadari bahwa kegagalan pemimpin adalah masalah kronis dan menjadi penykit kambuhan, setelah tampak bencana yang terjadi di tangan para pemimpin sebelumnya dengan mengadakan berbagai konferensi, seminar dan pertemuan, yang hanya berakibat penghukuman dan kecaman atas mereka.

Inilah yang membuat musuh bangsa tidak takut atas kejahatan yang mereka lakukan, tidak peduli dengan apapun sekalipun rakyat telah merasa bosan dan lelah dengan metode menyerah dan merasa kalah, yang terus dilakukan oleh penguasa dan pemimpin dalam menghadapi dominasi, pendudukan atau pengepungan, atau bahkan dalam usaha menghentikan arogansi dan penistaan para penjajah terhadap tempat-tempat suci umat Islam;
- Sampai kapan para pemimpin sadar untuk segera dan amanah dalam menunaikan tugas dan peran mereka?
- Sampai kapan mereka mau menyadari bahwa tindakan kongkrit dan nyata yang dituntut dan sangat dibutuhkan dari mereka adalah: manjalin Solidaritas dan gotong royong serta persatuan, meninggalkan sengketa dan perpecahan yang merobek kekuatan mereka, sementara seruan Allah sangatlah jelas seperti dalam firman-Nya:
وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللهِ جَمِيعًا وَلا تَفَرَّقُوا وَاذْكُرُوا نِعْمَةَ اللهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا
“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, Maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara”. (Ali-Imran: 103).
Bahwa para pemimpin dari satu miliar jiwa atau setengah miliar jiwa berada dalam posisi memiliki kemampuan besar hakikatnya mampu dalam menghadapi hanya beberapa juta warga Zionis yang telah menistakan tempat-tempat suci mereka, sebagaimana mereka juga mampu mencapai kemenangan yang diinginkan, khususnya karena di tangan mereka memiliki banyak kekayaan yang tersimpan di negara kita, dan merekalah yang mengontrol kemudinya.

Namun ada para pemimpin dari “umat dan bangsa yang terabaikan”, yang masih terus berdiri dan tegar dalam kebenaran, melawan berbagai tindak pendudukan, dan menolak hegemoni; mereka mampu melakukan perlawanan dan penghadangan untuk menghentikan berbagai tindak kejahatan Zionis dan menjadi tameng (pelindung) bagi rakyat mereka.
Bahwa para pemimpin bagi “bangsa yang telah Allah tuliskan untuknya kemuliaan” sebenarnya mampu menyelamatkan para tahanan wanita muslimah di penjara Zionis, yang mana mereka menjerit dan menangis minta tolong, dan mengangkat suara mereka dengan nada penghinaan dan kerendahan diri mereka.
Wahai para pemimpin umat ini ..

Semoga Allah mencurahkan rahmat kepada ustadz Al-Hasan al-Basri yang menjelaskan karakter pemimpin yang adil sesuai dengan apa yang diinginkan Allah, beliau berkata:
إن الله جعل الإمام العادل قوام كلِّ مائل، وقصد كلِّ جائر، وصلاح كلِّ فاسد، وقوة كل ضعيف، ونصفة كلِّ مظلوم، ومفزع كلِّ ملهوف، وهو القائم بين الله وعباده، يسمع كلام الله ويسمعهم، وينظر إلى الله ويريهم، وينقاد إلى الله ويقودهم، وهو الذي لا يحكم في عباده بحكم الجاهلية، ولا يسلك بهم سبيل الظالمين، ولا يسلط المستكبرين على المستضعفين
“Allah telah menjadikan imam yang adil sebagai tonggak dan pelurus setiap terjadi penyimpangan, perbaikan pada setiap kejahatan, islah pada setiap kerusakan, kekuatan bagi yang lemah, pembela kepada setiap orang yang terzhalimi, pemberi kenyamanan bagi siapa yang membutuhkan, dia adalah orang yang menegakkan kebenaran dihadapan Allah dan hamba-hamba-Nya, menyimak firman Allah dan Alalh senantiasa mendengar ucapan mereka, Allah akan melihat mereka dan mereka memperlihatkannya, Allah akan menuntun mereka dan mereka menuntunnya, dan dialah sosok yang memimpin umat tidak dengan hukum jahiliyah, dan tidak mengikuti jalan orang-orang yang zhalim serta tidak menumpahkan arogansi pada yang orang-orang yang tertindas (terzhalimi)” (Al-Aqdul Farid)

Wahai para pemimpin umat Islam ..

- Islam yang kalian loyal kepadanya, telah menyeru bahwa kondisi umat tidak akan berjalan benar dan lurus kecuali dengan jihad. Allah SWT berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا مَا لَكُمْ إِذَا قِيلَ لَكُمْ انفِرُوا فِي سَبِيلِ اللهِ اثَّاقَلْتُمْ إِلَى الأَرْضِ أَرَضِيتُمْ بِالْحَيَاةِ الدُّنْيَا مِنْ الآخِرَةِ
“Hai orang-orang yang beriman, Apakah sebabnya bila dikatakan kepadamu: “Berangkatlah (untuk berperang) pada jalan Allah” kamu merasa berat dan ingin tinggal di tempatmu? Apakah kamu puas dengan kehidupan di dunia sebagai ganti kehidupan di akhirat?”. (At-Taubah:38)

Karena itu kebangkitan, ketinggian dan kemuliaan kita tergantung pada keistiqamahan ini, yang mana hal tersebut tidak akan terwujud kecuali dengan melakukan perlawanan, dan mendukungnya dengan seluruh sarana yang kita miliki; harta, senjata, informasi, jiwa dan barang berharga lainnya.
- Ketahuilah bahwa rakyat selalu memantau dan memperhatikan akan kebaikan kalian dan tindak tanduk kalian, karena itu janganlah kalian kecewakan harapan mereka, dan kalian berada di posisi terbesar dalam melakukan transaksi dengan Allah, Allah SWT berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا هَلْ أَدُلُّكُمْ عَلَى تِجَارَةٍ تُنجِيكُمْ مِنْ عَذَابٍ أَلِيمٍ. تُؤْمِنُونَ بِاللهِ وَرَسُولِهِ وَتُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللهِ بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنفُسِكُمْ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنتُمْ تَعْلَمُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkanmu dari azab yang pedih? (yaitu) kamu beriman kepada Allah dan RasulNya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui”. (As-Shaff:10-11)

- Lihatlah kepada para pemimpin umat Islam yang telah menorehkan tinta emas dalam sejarahnya, mereka menolak penghinaan dan penistaan, seperti yang dilakukan oleh sang komandan Shalahuddin Al-Ayyubi, setelah tentara Salib banyak melakukan perusakan dan pembantaian atas umat Islam selama 90 tahun lamanya, dan mereka yang telah mengusir pasukan Tatar yang dikomandani oleh Sayfuddin Qutz, setelah selama empat tahun lamanya melakukan kerusakan terhadap tanah hijau dan kering.

- Dalam sejarah kita baru-baru ini, Ayat-ayat Allah menampakkan kemenangan pada tanggal sepuluh Ramadhan, sebagai saksi bahwa kemenangan pasti akan terwujud jika kita mau melakukan berbagai usaha sebagai penyebab datangnya kemenangan tersebut, dan hal itu tersedia dalam tubuh umat kita, mengapa harus merasa rendah diri dan mengalah? Kenapa kita harus menerima mundur, dihadapan musuh yang karakter dasarnya adalah selalu lari dari tangan orang yang beriman, Allah berfirman:
لا يُقَاتِلُونَكُمْ جَمِيعًا إِلاَّ فِي قُرًى مُحَصَّنَةٍ أَوْ مِنْ وَرَاءِ جُدُرٍ بَأْسُهُمْ بَيْنَهُمْ شَدِيدٌ تَحْسَبُهُمْ جَمِيعًا وَقُلُوبُهُمْ شَتَّى ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لا يَعْقِلُونَ
“Mereka tidak akan memerangi kamu dalam Keadaan bersatu padu, kecuali dalam kampung-kampung yang berbenteng atau di balik tembok. permusuhan antara sesama mereka adalah sangat hebat. kamu kira mereka itu bersatu, sedang hati mereka berpecah belah. yang demikian itu karena Sesungguhnya mereka adalah kaum yang tidak mengerti”. (Al-Hasyr:14)

Tugas dan Kewajiban kalian wahai para pemimpin umat saat ini…

- Menghentikan negosiasi yang sia-sia baik secara langsung atau tidak langsung, dan mendukung semua bentuk perlawanan untuk membebaskan setiap inci dari daerah yang diduduki oleh musuh baik di Palestina, Irak dan Afghanistan, dan di seluruh dunia Islam.

- Rujukan mereka seperti yang disepakati oleh para ulama berasal dari Al-Qur’an dan Sunnah, dan bukan dari resolusi PBB atau dikte Zionis dan Amerika, dan untuk mencapai ini adalah dengan pengumuman kalian bahwa isu Palestina dan isu-isu pendudukan atas negara-negara Islam adalah inti dari penyebab semua permasalahan.

- Memberi dukungan kepada rakyat kalian yang ingin merdeka melalui lembaga dan institusinya dalam tuntutan mereka yang berulang mulai dari: boikot, menghentikan normalisasi, mendukung perlawanan dan para pejuangnya, dan memberikan ekspresi damai dalam menyelamatkan dan membela Al-Aqsha, cemburu dengan tempat-tempat suci ini, tidak melanjutkan penangkapan dengan tuduhan “membela Al-Aqsha”, dan segera membebaskan semua yang berusaha mendeklarasikan dan mengungkapkan kemarahan mereka dari setiap lembaga seperti persatuan profesi, pelajar (mahasiswa), buruh, dan orang-orang biasa yang ditangkap baru-baru ini, atau itu akan datang seperti ungkapan salah seorang pemimpin Arab:
جيوشنا مجهزة لقمع شعوبنا
“Pasukan kami siap untuk menindas bangsa kami”,

Renungkanlah apa yang ditulis oleh Khalifah Ali bin Abi Thalib, kepada penguasa Mesir:
فليكن أحب الذخائر إليك ذخيرة العمل الصالح، وأشعر قلبك بالرحمة للرعية واللطف بهم، ولا تكونن عليهم سبعًا ضاريًا تغتنم أكلهم
“Jadikanlah amunisi yang paling anda cintai adalah amal shalih, dan saya merasa hati Anda terhadap rakyat dan kebaikan kepada mereka, janganlah kamu seperti binatang buas yang memakan dengan lahap santapannya. “

- Melakukan pembatalan terhadap seluruh perjanjian, karena serangan Zionis selalu berulang dan berulang, dan kejahatan mereka terhadap Al-Quds senantiasa berlangsung; menghentikan perjanjian, karena mereka senantiasa melakukan serangan terhadap kedaulatan negara dan bangsa kita secara bersamaan; khususnya perjanjian ” Camp David,” yang diluncurkan oleh Menteri Luar Negeri Mesir pada waktu itu: “sebagai Pembantaian Konsesi “, dan beliau mengajukan pengunduran dirinya, dan para ahli hukum mengungkapkan bahwa perjanjian” Camp David ” yang ditandatangani pada 26 Maret 1979 merupakan pelanggaran terhadap Konstitusi Mesir, dan pelanggaran terhadap resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), oleh karena itu, tidak berhak para pejabat Mesir untuk patuh kepada mereka, sebagaimana terungkap bahwa Konsesi tersebut bertentangan dengan Konsesi “Vienna” yang berhubungan dengan perjanjian internasional pada pasal 35 yang menegaskan: “Setiap perjanjian tidak berlaku jika terdapat pelanggaran norma-norma hukum internasional, dan perjanjian Camp David telah melanggar semua dokumen dan fakta aturan-aturan hukum dan norma-normanya”, sementara sebagian ahli berpandangan: fakta bahwa konsesi ini tidak memiliki jangka waktu secara eksplisit juga bertentangan; karena setiap konsesi harus ada peninjauan ulang atau berakhir dengan sendirinya setelah berjalan selama 30 tahun.

Wahai penguasa Umat Islam…

- Bagaimanakah kalian menilai bangsa dan wilayahnya yang sedang dilanggar?
- Dan bagaimana kalian membenarkan tindakan musuh, sementara mereka menistakan tempat-tempat suci kalian?
- Apakah ada perubahan dari Netanyahu, yang mengumumkan secara arogan dalam melakukan aneksasi terhadap masjid haram Ibrahimi sebagai warisan Yahudi, dan berusaha keras untuk menghancurkan Al-Aqsa, dan menistakan Tanah Suci dan geraja kiamat – yang merupakan puncak pembangunan lebih dari 61 rumah ibadat yahudi- , mencegah orang-orang yang ingin shalat untuk memasuki masjid Al-Aqsa, dan membunuhi warga Palestina dengan peluru? Dan baru-baru ini menyatakan: bahwa pembangunan di Al-Quds seperti konstruksi di Tel Aviv, karena Al-Quds adalah ibukota “Israel”.

- Apakah Obama berubah, yang tidak pernah berhenti dengan kata-kata manisnya – di ibukota kita – untuk mengirim lebih banyak tentara AS di Afghanistan, dan bahkan memberkati kunjungan terakhir untuk mengekalkan pendudukan, dan memberikan musuh Zionis dukungan material dan moral, dan dengan terang-terangan memberikan dukungan untuk melakuakn tirani dan pembantaian serta kerusakan di dunia Arab dan dunia Islam?

Akhirnya ..

Ini adalah peringatan dan doa dari Rasulullah saw kepada setiap pemimpin yang jauh dari keadilan dan kebenaran, lebih banyak melakukan tindak kezhaliman dan kajahatan sebagai cara yang kami lihat melanggar perintah Allah dan Rasul-Nya, bersikap keras dan tegas terhadap orang-orang beriman dan para mujahidin dan saling berkasih saying dan mesra dengan para musuh Zionis dan mata-mata, adapun doa Nabi saw adalah
اللَّهُمَّ مَنْ وَلِيَ مِنْ أُمَّتِي شَيْئًا فَرَفَقَ بِهِمْ فَارْفُقْ بِهِ وَمَنْ شَقَّ عَلَيْهِمْ فَشُقَّ عَلَيْهِ
“Ya Allah, barangsiapa yang menjadi pemimpin dari umatku lalu lembut dan berkasih saying maka berilah kasih sayang kepadanya, dan barangsiapa yang menjadi pemimpin dari umatku lalu melakukan perpecahan maka pecahkanlah atasnya” (Musnad Ahmad) doa ini pasti diijabah, Insya Allah.

- Mengapa harus berbohong berhadapan hegemoni Zionis dan tirani, dan kejahatan Amerika Serikat dengan dalih kepentingan?
- Mengapa harus terjadi perpecahan antara kalian dengan bangsa kalian serta kepentingan negara kalian; selama itu mengancam keamanan nasional dan merongrong kedaulatan kita?

- Mengapa kalian tidak melindungi pasukan perlawanan terhadap musuh pendudukan, padahal suatu hari nanti mereka akan menjadi musuh atau lawan pemerintahan kalian?
- Mengapa kalian tidak bersatu untuk melawan musuh Zionis dan mendeklaraskan dengan kekuatan kalian: Tidak ada jalan untuk menyerah atas nama negosiasi?

- Mengapa kalian tidak memberikan dorongan kepada rakyat dan bangsa kalian serta Komite bantuan sosial – untuk mendukung pasukan perlawanan – dalam melakukan dan meneruskan perannya?

Ya Allah aku telah menyampaikannya, ya Allah saksikanlah.


Sumber : www.al-ikhwan.net (Risalah Al Ikhwan Pada 1 April 2010)

Senin, 17 Mei 2010

Jadikanlah ALLAH SWT sebagai Tujuan Utama Amal Kita

oleh Syaikh Muhammad Mahdi ‘Akif


Segala puji bagi Allah, Shalawat dan salam kepada Rasulullah SAW.

Pada proses kelahiran atau persalinan biasanya terdapat rasa sakit. Namun pada saat yang sama hal itu merupakan pertanda akan datangnya sebuah kabar gembira. Pertanda hadir dan lahirnya sebuah kehidupan baru.

Umat Islam beberapa tahun terakhir merasakan berbagai macam rasa sakit dan penderitaan akibat ulah Firaun zaman modern. “Sesungguhnya Fir’aun telah berbuat sewenang-wenang di muka bumi dan menjadikan penduduknya berpecah belah, dengan menindas segolongan dari mereka, menyembelih anak laki-laki mereka dan membiarkan hidup anak-anak perempuan mereka. Sesungguhnya Firaun termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan.” (Al-Qashash: 4)

Namun janji Allah SWT pasti akan tiba yaitu mereka yang tertindas oleh kekuatan Firaun akan diberi pertolongan. “Dan Kami hendak memberi karunia kepada orang-orang yang tertindas di bumi itu dan hendak menjadikan mereka pemimpin dan menjadikan mereka orang-orang yang mewarisi, dan akan Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi dan akan Kami perlihatkan kepada Fir’aun dan Haman beserta tentaranya apa yang selalu mereka khawatirkan dari mereka itu .” (Al-Qashash: 5 – 6)

Perhatikan sejarah

Bagi mereka yang berpangku tangan akan masalah yang menimpa Al Aqsha, juga bagi mereka yang menyerah pada kekuatan musuh, inilah kesaksian kami: “Orang-orang yang ditinggalkan itu, merasa gembira dengan tinggalnya mereka di belakang Rasulullah, dan mereka tidak suka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah dan mereka berkata: “Janganlah kamu berangkat dalam panas terik ini”. Katakanlah: “Api neraka jahanam itu lebih sangat panas” jika mereka mengetahui. (At Taubah: 81)
Lebih dari 57 tahun umat Islam terperangkap dalam jerat zionisme Israel yang membawa berbagai virus kerusakan. Mereka menguasai Al Quds, merampas berbagai peninggalan yang amat bersejarah; tembok Buroq, tempat lahirnya Isa, peningalan para nabi-nabi, lokasi kubur para pejuang Islam. Virus kerusakan yang menjangkit ini terus bergerak menghancurkan Palestina “Mereka tidak memelihara kerabat terhadap orang-orang mu’min dan tidak perjanjian. Dan mereka itulah orang-orang yang melampaui batas.” (At Taubah: 10)

Demokrasi yang diteriakkan oleh Bush, Lord Balfour dan teman-temanya semakin membuat virus ini bertambah gila. Sesungguhnya penjajahan Inggris yang berlangsung selama 28 tahun atas bumi Palestina merupakan langkah awal bagi berdirinya Negara Yahudi. Pada saat diproklamirkan tahun 1948 jumlah bangsa Yahudi telah mencapai 605.000 jiwa padahal pada awal penjajahan Inggris jumlah mereka hanya 56.000 jiwa saja!!!
Bangsa Barat yang katanya pejuang HAM tak berbuat apa-apa pada saat penduduk Palestina yang berasal dari 531 kota dan desa terusir dari kampung mereka pada tahun 1948. Mereka adalah penduduk asli dari tanah air yang kini bernama Israel. Lebih dari 92% tanah Israel yang ada pada hari ini adalah milik pengungsi palestina yang diambil secara paksa.

Warga Palestina dipengungsian kini berjumlah sekitar 5.200.000, namun organisasi internasional yang mengurusi para pengungsi hanya mengurusi sekitar 4 jutaan dan bantuan yang diberikanpun berkurang dari tahun ke tahun.
Pembantaian Zionis atas bangsa Palestina
Bertahun-tahun secara langsung dan tak langsung Inggris terlibat dalam 17 kali aksi pembantaian atas bangsa Palestina yang dilakukan oleh Bangsa Yahudi. Hampir semua bumi Palestina berwarna merah darah; pembantaian Dir yasin, Sobro dan Syatilla, Bahrul Baqardan lain sebagainya. Ribuan orang terusir dari kampungnya, mereka yang lari ke masjid dan gereja pun tak luput dari pembantaian. Tercatat lebih dari 24 kali peristiwa pembantaian dilakukan oleh bangsa Yahudi dan anehnya pihak Barat mengatakan bahwa itu hanya peristiwa kecil yang tak perlu dibahas lebih lanjut.

Pembantaian demi pembantaian; Derita demi derita

Jika pada hari ini kita memperingati hari Nakbah 15 Mei 1948, maka ada satu hal yang tetap ingin disampaikan oleh Ikwanul Muslimin bahwa meskipun penderitaan ini telah berlangsung 57 tahun namun kita tak akan melupakan hak rakyat Palestina atas tanah air mereka. Para ulama dan fuqoha pun berijma dan bersepakat bahwa jika ada tanah umat islam yang dirampas, maka semua umat islam wajib membebaskannya. Baik yang besar, kecil, laki-laki bahkan dalam kondisi seperti ini para wanita tak perlu lagi izin suaminya untuk berjihad. “Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan maupun berat, dan berjihadlah kamu dengan harta dan dirimu di jalan Allah. Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.” (At-Taubah: 41)
Sesungguhnya derita yang dialami oleh saudara kita di Palestina yang telah berlangsung selama lebih dari 57 tahun ini akan terus hidup bersama kita, siang malam. Semenjak Negara Israel diproklamirkan sampai pada hari ini, penderitaan tak pernah henti. Tangis para ibu ang kehilangan anaknya. Jeritan mereka yang ditahan di penjara-penjara Israel. Ini bukan derita satu hari atau satu tahun, namun ini telah berlangsung sampai hari ini!!!

Setelah 57 tahun, Nakbah ini…Derita ini, tak hanya di rasakan oleh Bangsa Palestina saja. Namun perlahan virus penjajahan ini terus menjalar ke sekujur tubuh ummat Islam tanpa terasa. Dia memporak-porandakan Somalia, merampas kekuatan Libya, menjajah Afghanistan, membumihanguskan Irak, mengepung Syria dan Iran, memunculkan beragam fitnah di Libanon, dia berusaha memecah belah Sudan bahkan virus keji ini telah memiliki pangkalan militer di berbagai Negara Arab.

Virus ini berjangkit dengan tanpa terasa. Secara tak langsung ia menjerat umat Islam. Kadang dengan bantuan pinjaman utang Luar Negeri, kadang dengan dipaksakannya sebuah sistem pendidikan yang memihak ke Barat dan Amerika bahkan kadang dengan bantuan kemanusiaan berupa obat-obatan, kadang juga dengan serbuan budaya bebas nilai, seks bebas atau bahkan dengan bungkus toleransi dan kebebasan beragama juga dengan isu HAM dan isu demokrasi, reformasi dan lain sebagainya.

Kini virus keji itu berbicara dengan bahasa perdamaian yang mengandung makna “menyerah” yang penuh dengan fatamorgana. “Dan orang-orang kafir amal-amal mereka adalah laksana fatamorgana di tanah yang datar, yang disangka air oleh orang-orang yang dahaga, tetapi bila didatanginya air itu dia tidak mendapatinya sesuatu apapun. Dan didapatinya Allah disisinya, lalu Allah memberikan kepadanya perhitungan amal-amal dengan cukup dan Allah adalah sangat cepat perhitungan-Nya . (An Nuur: 39).

Berbagai pembicaarn damai telah digelar, mulai dari Oslo, Camp David, Sarm Syeikh, Peta Jalan Damai dan lainnya namun tak ada hasilnya. Malah yang terjadi adalah pemutar balikkan fakta. Rakyar palestina menjadi pengungsi, aksi bom syahid dikatakan sebagai aksi terorisme, tanah yang dirampas menjadi pemukiman, penjajah menjadi penduduk asli, para pejunag Hamas dan Jihas Islam disebut sebagai perusak dan teroris. Maka semaki lengkaplah derita umat Islam ini. “Sesungguhnya dari dahulupun mereka telah mencari-cari kekacauan dan mereka mengatur pelbagai macam tipu daya untuk mu, hingga datanglah kebenaran dan menanglah agama Allah, padahal mereka tidak menyukainya” (At-Taubah; 48). Bukan hanya sisi politik Umat islam yang dirampas, namun sector ekonomi umat islam juga semakin terancam dengan diberlakukanyya pasar bebas di kawasan Timur Tengah.

Kepada Rakyat Palestina

Wahai para pejuang sejati, lemahnya posisi membuat kami tak dapat berjihad langsung bersama kalian menghadapi apa yang kalian hadapi, menyongsong janji Allah:
Perangilah mereka, niscaya Allah akan menghancurkan mereka dengan tangan-tanganmu dan Allah akan menghinakan mereka dan menolong kamu terhadap mereka, serta melegakan hati orang-orang yang beriman.” (At-Taubah: 14)

Mohonlah pertolongan pada Allah dan bersabarlah. Satukan barisan. Jangan tertipu oleh dunia. Juga jangan kalian disibukkan oleh urusan konflik politik sehingga melupakan problem asasi kita yang sebenarnya. Ingatlah bahwa inti kekuatan kalian terletak pada persatuan dan kuatnya persaudaraan. “Janganlah kamu lemah dan minta damai padahal kamulah yang di atas dan Allah pun bersamamu dan Dia sekali-kali tidak akan mengurangi pahala amal-amalmu.” (Muhammad: 35)

“Janganlah kamu berhati lemah dalam mengejar mereka . Jika kamu menderita kesakitan, maka sesungguhnya merekapun menderita kesakitan , sebagaimana kamu menderitanya, sedang kamu mengharap dari pada Allah apa yang tidak mereka harapkan. Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”. (An -Nisa: 104)

Wahai Umat Islam

Berbuatlah sesuai dengan realita. Kita memiliki modal untuk bangkit. Sikap keprajuritan adalah langkah awal kemenangan. “Atau siapakah dia yang menjadi tentara bagimu yang akan menolongmu selain daripada Allah Yang Maha Pemurah? Orang-orang kafir itu tidak lain hanyalah dalam tertipu.” (Al-Mulk: 20)
Hendaknya langkah awal kalian adalah kembali pada Allah SWT, “Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (Al-A’raf; 96)

Wahai para Pemimpin

Sesungguhnya Hari Kiamat itu akan sangat dahsyat. Masing-masing manusia akan menghadap Allah SWT. “Dan tiap-tiap mereka akan datang kepada Allah pada hari kiamat dengan sendiri-sendiri.” (Maryam: 95)
Kami khawatir akan beban berat yang kalian emban. “Dan sesungguhnya mereka akan memikul beban mereka, dan beban-beban di samping beban-beban mereka sendiri, dan sesungguhnya mereka akan ditanya pada hari kiamat tentang apa yang selalu mereka ada-adakan.” (Al-Ankabut: 13). Ingatlah akan rakyat kalian yang kalian pimpin, ini adalah amanah. Jnagn sampai pada hari kimat nanti ini akan menjadi penyesalan.

Pada para Kader Ikhwan

Ingatlah selalu syiar kalian. Jadikan Allah SWT sebagai tujuan utama dalam setiap aktifitas yang dilakukan. Bukankah Allah memberikan kabar gembira bagi mereka yang berniat tulus dan berhati baik. “kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih,” (Asy-Syuara: 89)

Jadikan Rasulullah saw sebagai teladan yang terus hidup dalam jiwa kalian yang akan membangkitkan semangat kalian. “Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin.” (At Taubah: 128)
Berdoalah terus untuk Al-Aqsha. Dan jadikanlah Al-Qur’an sebagai pedoman hidup kalian dan bekal dalam perjalanan juga sebagai landasan dalam bermuamalah dengan manusia yang lain.

Ingatlah bahwa siapa saja yang menginginkan kehidupan akhirat maka itu dapat diraih dengan pertolongan Al-Qur’an. Juga barang siapa yang menginginkan kehidupan dunia, maka juga dengan wasilah Al-Qur’an. Bahkan yang menginginkan kebahagiaan pada keduanya, juga dengan Al-Qur’an.

“Jika Allah menolong kamu, maka tak adalah orang yang dapat mengalahkan kamu; jika Allah membiarkan kamu , maka siapakah gerangan yang dapat menolong kamu dari Allah sesudah itu? Karena itu hendaklah kepada Allah saja orang-orang mu’min bertawakkal.” (Ali Imran: 160)


(disampaikan pada Risalah Ikhwan edisi Mei 2005)
sumber :eramuslim.com

14 Negara Terkorup Asia 2009

Investasi sangatlah penting untuk menggapai kesuksesan,tidak sampai disitu saja tujuan utama untuk menjalankan Peluang Usaha selain mengamankan investasi, adalah bagaimana caranya usaha tersebut berkembang dangan baik tanpa harus mengeluarkan biaya-biaya yang tidak perlu.

Tentunya iklim usaha yang sehat di impikan oleh banyak kalangan pebisnis atau pengusaha,hal ini pun berlaku di Negara Indonesia,namun sayangnya Negara Indonesia dipersepsikan sebagai negara terkorup di Asia,kok bisa demikian?

Publikasi 14 Negara terkorup yang baru kemaren disiarkan oleh sebuah perusahaan konsultan yang bermarkas di Hongkong, Political and Economic Risk Consultancy (PERC). Publikasi daftar negara terkorup itu dilakukan hari Rabu (8/4) di Singapura.

PERC menyusun daftar tersebut setiap tahun. Dasarnya adalah survei yang dilakukan dengan menjadikan para pebisnis asing di setiap negara yang disurvei sebagai responden,daftar tersebut disusun untuk mengukur iklim investasi, apakah baik atau buruk. Salah satu indikator yang dijadikan sebagai pengukur iklim investasi adalah faktor korupsi.namun daftar PERC itu kontroversial, kontradiktif sekaligus bisa diperdebatkan.

Untuk mengetahui Negara-negara mana yang terkorup,simaklah ke 14 Negara Terkorup di Asia :
1. Indonesia Skor 8,32
2. Thailand Skor 7,63
3. Kamboja Skor 7,25
4. India Skor 7,23
5. Vietnam Skor 7,11
6. Filipina Skor 7,0
7. Malaysia Skor 6,7
8. Taiwan Skor 6,47
9. China Skor 6,16
10. Macau Skor 5,34
11. Korea Selatan Skor 4,6
12. Jepang Skor 3,99
13. Hongkong Skor 1,89
14. Singapura Skor 1,07

2 Pembanding Negara Besar Terkorup:
1. Amerika Serikat Skor 2,89
2. Australia Skor 2,40

Indonesia, dalam sejarah penyusunan peringkat daftar negara-negara terkorup, tidak pernah berada dalam kategori negara terbersih. Jika ada perbaikan, secara umum posisi Indonesia selalu masuk kategori terburuk.PERC, biasanya melakukan survei dengan responden pebisnis asing atau ekspatriat yang ada di Indonesia. ”Mereka tentunya berurusan dengan masalah perizinan, keimigrasian, bea dan cukai, kepolisian, dan lainnya,” (seperti juga tersiar di kompas cetak)

Kalau sudah demikian berarti apakah jika kita menjalankan usaha di Indonesia mempersiapkan dana-dana ‘siluman’?sahabat yang bisa merasakan dan menilainnya,pilihan tak banyak namun dengan kesungguhan berusaha di iringi filosfi usaha rintangan ini dapat kita halau dengan baik.


Nah, gimana ne Indonesia???




Dari beberapa sumber.

Sabtu, 15 Mei 2010

Terbitnya Matahari Dari Barat, Mulai Nampak?

Anda pasti sudah tahu tanda-tanda kiamat sudah dekat, seperti munculnya mahluk dari dalam bumi, munculnya dajjal, dan lain-lain, salah satunya yaitu terbitnya matahari dari sebelah barat.
Ternyata tanda-tanda ini dapat dijelaskan secara ilmiah dan itu sudah diprediksi, jadi apakah tanda-tanda kiamat sudah muncul? yang pasti mulai sekarang kita harus selalu dan semakin meningkatkan ketaqwaan kita kepada Allah SWT.
Investigasi lanjutan mengenai anomali-anomali 2012 tiba pada verifikasi ilmiah yang paling menggetarkan yaitu Prediksi NASA bahwa dalam beberapa tahun ke depan ada kemungkinan terjadi perubahan kutub magnet bumi yang merupakan siklus ribuan tahun dari planet dan bintang.

Bagaimana NASA mengungkap tanda itu?

Meski sulit dipercaya, sebagai contoh NASA mengatakan bahwa pada tahun 2001, matahari sebagai bintang kita telah mengalami perubahan kutub tersebut. Namun karena massa matahari relatif uniform dan kita tidak tinggal disana maka manusia relatif tidak merasakan perubahan ini.

Kita mesti lebih berhati-hati dalam bertindak. Manusia telah diberi peringatan, untuk itu, kita harus mengenalnya, untuk kemudian menjadikan sebagai perisai dan persiapan dalam menghadapi kehidupan setelah mati.

Siapkah anda jika matahari esok hari terbit dari barat? Siapkan diri Anda sekarang juga!

Sumber : Voice of Islam

Kamis, 13 Mei 2010

Karena Jilbab Lebih dari Sekedar Penutup Kepala

Senin, 19/04/2010 13:12 WIB

Seruak rasa sedih hadir di hati. Melihat seorang teman lama yang dulu ketika masih dalam kebersamaan begitu anggun dengan jilbab lebarnya dan gamis. Bukan yang pertama kalinya, karena sebelumnya dalam kesempatan yang berbeda, dua orang teman lamapun menyuguhkan hal yang sama di pandang mata, rok yang mengidentikkan dia adalah sorang "akhwat" telah berganti menjadi celana ketat yang sering diidentikkan dengan penampilan modis.

Sebuah diskusi kecil dengan seorang sahabat dekat membicarakan fonemena ini baru saja dilakukan. Begitu mengejutkan mendengar pengalamannya, tentang seorang temannya yang dengan mudah melepas jilbabnya demi mengejar kesenangan pribadi yang semu. Identitas kemuslimahan yang seharusnya bukan sekedar menjadi kebanggaan pada ad-dien ini, bisa dengan mudah lumat dimakan waktu dan keadaan.

Mari kita berbicara tentang kemuslimahan ini!
Allah Swt, Illah semesta alam yang Mahabijak telah memberikan aturan sedemikian rupa tentang bagaimana seorang wanita Islam memerankan tak hanya kewanitaannya, tapi juga status kemuslimahannya dalam kehidupan. Ada ketaatan-ketaatan yang seharusnya dijalani semata bukan karena mengikuti arus lingkungan yang membentuk pribadinya menjadi wanita taat, tapi ruh ketaatan yang pada hakikatnya harus mengerti mengapa dan untuk apa kita melakukannya begitu. Sadar saja tidak cukup tanpa diiringi kepahaman, pun sebaliknya kefahaman juga butuh kesadaran dalam muara keikhlasan melakukan atau meninggalkan ketetapan aturan.

Di zaman yang dengan begitu mudah informasi dan pengetahuan apapun diakses, tentunya kita semua telah mengetahuinya bagaimana Islam mengatur cara seorang muslimah berpakaian. Batasan-batasan syar'i pakaian seperti apa yang dimaksud pakaian takwa pun telah "disepakati" bersama. Tidak tipis dan transparan dalam artian tanpa dobelan ketika memakai, tidak membentuk lekuk tubuh dalam konteks pakaian
sempit/mempet dan tetap fungsi utamanya adalah sebagai pakaian takwa, bukan hiasan tubuh hingga atas nama hiasan itu seseorang menjadi begitu antusias update mode pakaian. Dan masih ada beberapa persyaratan lagi.

Syarat, menjadi tolak ukur benar tentang ketepatan syar'i tidaknya seorang muslimah mengenakan pakaian. Sehingga dalam hal ini, memenuhi semua syarat menjadi suatu kemutlakan. Pun tak perlu berdebat tentang muslimah yang pakainnya syar'i tapi hatinya masih kotor, sehingga argumen pembenaran ini muncul; "yang penting jilbabi dulu hatinya." Karena jelas ketetapan perintah itu, bahwa semua bagian fisik wajib ditutupi kecuali muka dan telapak tangan. Ini perintah yang sangat jelas, tentang bagaimana seorang muslimah memperlakukan fisiknya. Sementara hati adalah konteks lain yang tentunya juga harus diperhatikan.

Namun, masalah baru pun menemukan ruangnya untuk hadir, ketika menutup aurat bagi seorang muslimah hanya difahami sebatas perintah yang harus ditaati. Ketika hanya sebatas mampu menjawab tanya "mengapa harus menutup aurat?" dengan jawaban "karena sudah selayaknya seorang wanita Islam melakukannya begitu, dalilnya jelas dan menjadi kewajiban yang kalau dilanggar berarti dosa".

Mari kita telisik lebih dalam.
Tidak ada yang salah dengan alasan memenuhi kewajiban menutup aurat bagi seorang muslimah, karena memang demikian adanya. Namun, ketika itu hanya difahami sebagai sebuah kewajiban tanpa adanya upaya mengkaji dan mengetahui lebih dalam mengapa Allah SWT yang Maha Penyayang menginginkannya begitu, secara tidak disadari, barangkali seorang muslimah hanya menghargai jilbab sekedar penutup kepala. Padahal, ada nilai lain mampu menjadi karekter kuat alasan jilbab menjadi sesuatu yang patut di pertahankan sesuai syari'at. Sehingga diujungnya, sebuah kesimpulan hadir dari kepahaman dan kesadaran diri, bahwa menjadi muslimah adalah anugerah yang tak hanya harus disyukur tapi juga dijaga oleh diri sendiri.

Jilbab, bukan hanya sekedar penutup kepala. Tapi adalah kehormatan dan harga diri muslimah. Ya, kehormatan dan harga diri, yang dalam hubungan sosial menjadi hal yang sensitif . Sehingga jika demikian seorang muslimah memberi nilai dan arti pada jilbabnya, maka tak ada lagi "tawar menawar" syarat menutup aurat dengan berderet alasan logis namun dangkal dan menjerumuskan.

Bukankah Allah swt telah begitu luar biasa memberikan penjagaan terhadap muslimah agar tidak mudah diganggu dengan perintah diwajibkannya menutup aurat? Dan sungguh, betapa Allah Swt Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

"Hai Nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (Al-Ahzab 33; 59)


Ditulis oleh: Rifatul Farida (rifa_farida@yahoo.co.id) di www.eramuslim.com.


Semoga bermanfaat!.

Karena Jilbab Lebih dari Sekedar Penutup Kepala

Senin, 19/04/2010 13:12 WIB

Seruak rasa sedih hadir di hati. Melihat seorang teman lama yang dulu ketika masih dalam kebersamaan begitu anggun dengan jilbab lebarnya dan gamis. Bukan yang pertama kalinya, karena sebelumnya dalam kesempatan yang berbeda, dua orang teman lamapun menyuguhkan hal yang sama di pandang mata, rok yang mengidentikkan dia adalah sorang "akhwat" telah berganti menjadi celana ketat yang sering diidentikkan dengan penampilan modis.


Sebuah diskusi kecil dengan seorang sahabat dekat membicarakan fonemena ini baru saja dilakukan. Begitu mengejutkan mendengar pengalamannya, tentang seorang temannya yang dengan mudah melepas jilbabnya demi mengejar kesenangan pribadi yang semu. Identitas kemuslimahan yang seharusnya bukan sekedar menjadi kebanggaan pada ad-dien ini, bisa dengan mudah lumat dimakan waktu dan keadaan.
Mari kita berbicara tentang kemuslimahan ini!
Allah Swt, Illah semesta alam yang Mahabijak telah memberikan aturan sedemikian rupa tentang bagaimana seorang wanita Islam memerankan tak hanya kewanitaannya, tapi juga status kemuslimahannya dalam kehidupan. Ada ketaatan-ketaatan yang seharusnya dijalani semata bukan karena mengikuti arus lingkungan yang membentuk pribadinya menjadi wanita taat, tapi ruh ketaatan yang pada hakikatnya harus mengerti mengapa dan untuk apa kita melakukannya begitu. Sadar saja tidak cukup tanpa diiringi kepahaman, pun sebaliknya kefahaman juga butuh kesadaran dalam muara keikhlasan melakukan atau meninggalkan ketetapan aturan.
Di zaman yang dengan begitu mudah informasi dan pengetahuan apapun diakses, tentunya kita semua telah mengetahuinya bagaimana Islam mengatur cara seorang muslimah berpakaian. Batasan-batasan syar'i pakaian seperti apa yang dimaksud pakaian takwa pun telah "disepakati" bersama. Tidak tipis dan transparan dalam artian tanpa dobelan ketika memakai, tidak membentuk lekuk tubuh dalam konteks pakaian
sempit/mempet dan tetap fungsi utamanya adalah sebagai pakaian takwa, bukan hiasan tubuh hingga atas nama hiasan itu seseorang menjadi begitu antusias update mode pakaian. Dan masih ada beberapa persyaratan lagi.
Syarat, menjadi tolak ukur benar tentang ketepatan syar'i tidaknya seorang muslimah mengenakan pakaian. Sehingga dalam hal ini, memenuhi semua syarat menjadi suatu kemutlakan. Pun tak perlu berdebat tentang muslimah yang pakainnya syar'i tapi hatinya masih kotor, sehingga argumen pembenaran ini muncul; "yang penting jilbabi dulu hatinya." Karena jelas ketetapan perintah itu, bahwa semua bagian fisik wajib ditutupi kecuali muka dan telapak tangan. Ini perintah yang sangat jelas, tentang bagaimana seorang muslimah memperlakukan fisiknya. Sementara hati adalah konteks lain yang tentunya juga harus diperhatikan.
Namun, masalah baru pun menemukan ruangnya untuk hadir, ketika menutup aurat bagi seorang muslimah hanya difahami sebatas perintah yang harus ditaati. Ketika hanya sebatas mampu menjawab tanya "mengapa harus menutup aurat?" dengan jawaban "karena sudah selayaknya seorang wanita Islam melakukannya begitu, dalilnya jelas dan menjadi kewajiban yang kalau dilanggar berarti dosa".
Mari kita telisik lebih dalam.
Tidak ada yang salah dengan alasan memenuhi kewajiban menutup aurat bagi seorang muslimah, karena memang demikian adanya. Namun, ketika itu hanya difahami sebagai sebuah kewajiban tanpa adanya upaya mengkaji dan mengetahui lebih dalam mengapa Allah SWT yang Maha Penyayang menginginkannya begitu, secara tidak disadari, barangkali seorang muslimah hanya menghargai jilbab sekedar penutup kepala. Padahal, ada nilai lain mampu menjadi karekter kuat alasan jilbab menjadi sesuatu yang patut di pertahankan sesuai syari'at. Sehingga diujungnya, sebuah kesimpulan hadir dari kepahaman dan kesadaran diri, bahwa menjadi muslimah adalah anugerah yang tak hanya harus disyukur tapi juga dijaga oleh diri sendiri.
Jilbab, bukan hanya sekedar penutup kepala. Tapi adalah kehormatan dan harga diri muslimah. Ya, kehormatan dan harga diri, yang dalam hubungan sosial menjadi hal yang sensitif . Sehingga jika demikian seorang muslimah memberi nilai dan arti pada jilbabnya, maka tak ada lagi "tawar menawar" syarat menutup aurat dengan berderet alasan logis namun dangkal dan menjerumuskan.
Bukankah Allah swt telah begitu luar biasa memberikan penjagaan terhadap muslimah agar tidak mudah diganggu dengan perintah diwajibkannya menutup aurat? Dan sungguh, betapa Allah Swt Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
"Hai Nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (Al-Ahzab 33; 59)
Ditulis oleh: Rifatul Farida (rifa_farida@yahoo.co.id) di www.eramuslim.com.
Semoga bermanfaat!.

Minggu, 09 Mei 2010

7 Tingkatan Amal

Imam Syahid Hasan Al Banna dalam sebuah tulisannya mengatakan tingkatan amal ada tujuh, yakni :

1. Memperbaiki Diri (Ishlahul Fardi), sehingga menjadi orang yang kuat fisiknya, kokoh akhlaqnya, luas wawasannya, mampu mencari penghidupan (ma’isyah), selamat aqidahnya, benar ibadahnya, pejuang bagi dirinya sendiri, penuh perhatian akan waktunya, rapi urusannya, dan bermanfaat bagi orang lain. Itu semua harus dimiliki oleh masing-masing individu.

2. Membentuk Keluarga Muslim (Bina’ul Usroh), yaitu dengan mengkondisikan keluarga agar menghargai fikrohnya, menjaga etika Islam dalam setiap aktivitas kehidupan rumah tangganya, memilih istri yang baik dan menjelaskan kepadanya hak dan kewajbannya, mendidik anak-anak dan membantunya dengan didikan yang baik, serta membimbing mereka dengan prinsip-prinsip Islam.

3. Membimbing Masyarakat (Bina’ul Mujtama’), yakni dengan menyebarkan da’wah, memerangi perilaku yang kotor dan munkar, mendukung perilaku utama, amar ma’ruf, bersegera mengerjakan kebaikan, mengarahkan opini umum untuk memahami fikroh Islamiyah dan mewarnai praktek kehidupan dengannya terus menerus. Itu semua adalah kewajiban yang harus ditunaikan oleh setiap pribadi, juga kewajiban bagi jama’ah sebagai nstitusi yang dinamis.

4. Membebaskan Tanah Air (kaum muslimin) dari setiap penguasa asing – non Islam – baik secara politik, ekonomi, maupun moral.

5. Memperbaiki keadaan pemerintah, sehingga menjadi pemerintahan Islam yang baik. Dengan begitu ia dapat memainkan peranannya sebagai pelayan ummat dan pekerja yang bekerja demi kemashlahatan mereka. Pemerintahan Islam adalah pemerintahan yang anggotanya terdiri atas kaum muslimin yang menunaikan kewajiban-kewajiban Islam, tidak berterang-terangan dengan kemaksiatan, dan konsisten menerapkan hukum-hukum serta ajaran Islam. Tidaklah mengapa menggunakan orang-orang non-Islam – jika dalam keadaan darurat – asalkan bukan untuk posisi / jabatan yang strategis. Tidak terlalu penting mengenai bentuk dan nama jabatan itu, selama sesuai dengan kaidah umum dalam sistem undang-undang Islam, maka boleh. Beberapa sifat yang dibutuhkan antara lain: rasa tanggung jawab, kasih sayang kepada rakyat, adil terhadap semua orang, tidak tamak terhadap kekayaan negara, dan ekonomis dalam penggunaannya. Beberapa kewajiban yang harus ditunaikan antara lain: menjaga keamanan, menerapkan undang-undang, menyebarkan nilai-nilai ajaran Islam, mempersiapkan kekuatan, menjaga kesehatan, melindungi keamanan umum, mengembangkan investasi dan menjaga kekayaan, mengokohkan mentalitas, serta menyebarkan da’wah. Beberapa haknya – tentu, jika telah ditunaikan kewajibannya – antara lain loyalitas dan ketaatan, serta pertolongan terhadap jiwa dan hartanya. Apabila ia mengabaikan kewajibannya, maka berhak atasnya nasehat dan bimbingan, lalu – jika tidak ada perubahan – bisa diterapkan pemecatan dan pengusiran. “Tidak ada ketaatan kepada makhluq dalam bermaksiat kepada Khaliq”.

6. Usaha mempersiapkan seluruh aset negeri di dunia ini untuk kemashlahatan ummat Islam. Hal demikian itu dilakukan dengan cara membebaskan seluruh negeri (Islam), membangun kejayaannya, mendekatkan peradabannya, dan menyatukan kata-katanya, sehingga dapat mengembalikan tegaknya kekuasaan khilafah yang telah hilang dan terwujudnya persatuan yang diimpi-impikan bersama.

7. Penegakan kepemimpinan dunia (Ustadziyatul ‘Alam) dengan penyebaran da’wah Islam di seluruh penjuru dunia. “Sehingga tidak ada lagi fitnah dan agama itu hanya bagi Allah saja” (QS Al Baqarah: 193) “Dan Allah tidak menghendaki selain menyempurnakan cahaya-Nya (QS At Taubah : 32) Empat yang terakhir ini wajib ditegakkan oleh jama’ah dan oleh setiap individu sebagai anggota dalam jama’ah itu. Sungguh, betapa besarnya tanggung jawab ini dan betapa agungnya tujuan ini. “Orang melihatnya sebagai khalayan, sedangkan seorang muslim melihatnya sebagai kenyataan”. Kita tidak pernah putus asa untuk meraihnya dan -bersama Allah- kita memiliki cita-cita luhur. “Dan Allah berkuasa terhadap urusan-Nya, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya.” (QS Yusuf : 21). So, tafadhol disimpulin sendiri ya!!! Ana yakin antum/na sdh cukup cerdas u/ memahaminya..

Wallahualam bishowwab

Kebaikan yang Mengintip

mempercayai yang terbaik dalam diri seseorang
akan menarik keluar yang terbaik dari mereka
berbagi senyum kecil dan pujian sederhana
mungkin saja mengalirkan ruh baru pada jiwa yang nyaris putus asa
atau membuat sekeping hati kembali percaya
bahwa dia berhak dan layak untuk berbuat baik
***
Lelaki itu menyipitkan mata diterjang terik. Kakinya tersaruk seok dalam sengatan pasir. Dia datang dari jauh memikul beban hati yang memayahkan. Perjalanannya melelahkan. Tapi biara yang ditujunya tak jauh lagi. Jalan agak mendaki kini, tapi sekuncup harap telah bersemi di hati.
Di pintu biara, Rahib ahli ‘ibadah itu menyambutnya dengan wajah datar. Lisannya terus berkomat-kamit. Rahib itu masuk sebentar dan keluar dengan dua gelas logam di tangannya. Dia letakkan satu di hadapan si lelaki, dan gelas lain dia genggam dengan dua tangan. Dihirupnya dalam-dalam aroma yang menguar bersama asap.
“Rahib yang suci”, kata si lelaki. Dia berhenti sejenak lalu mengunjal nafasnya panjang-panjang. “Mungkinkah dosaku diampuni?”
Rahib itu tersenyum setengah menyeringai. “Memangnya apa khilafmu?”
Agak tercekat dia menjawab. “Aku telah membunuh”, katanya, “Sebanyak sembilanpuluh sembilan jiwa.”
Hampir saja gelas di tangan sang Rahib jatuh. Matanya terbelalak dan mulutnya ternganga.
“Mungkinkah dosaku diampuni?”, lanjut si lelaki sambil menatap harap-harap. Tangannya cemas menggariki permukaan gelas logam. Dia lalu menunduk menanti sabda.
Tetapi Rahib itu memalingkan muka. Rautnya tampak tak suka. Lelaki itu menangkap mimik jijik di garis-garis wajah sang Rahib. Sayup dia menggumamkan sebuah ayat dalam Taurat. “Membunuh satu jiwa sama artinya membinasakan seluruh jiwa, memusnahkan segala kehidupan. Sembilanpuluh sembilan.. Sungguh dosa yang tak terperikan. Tak terampunkan.”
Entah mengapa si lelaki pembunuh tiba-tiba disergap benci yang bergulung-gulung pada si Rahib. Batinnya yang luka dan tersiksa oleh dosa serasa disiram cuka yang memedihkan mendengar gumam itu. Cara Rahib itu memperlakukannya, bersikap, berkata-kata, dan menjawab tanya seolah mereka dibatasi dinding tak tertembus. Si Rahib suci. Tanpa dosa. Dan dia adalah lelaki hina, najis, tak terampuni.
Sekuncup harap yang tadi bersemi, kini gugur disengat api.
Maka sekali lagi syaithan mengalahkannya. Dalam detikan saja, pedangnya telah memenggal si Rahib, membelahnya jadi dua. Dan dia disergap sesal yang jauh lebih menyakitkan. Genap sudah seratus nyawa. Darah sang Rahib yang mengalir merah terlihat bagai neraka menyala, siap membakarnya. Dia bergidik. Dia beringsut mundur. Nafasnya tersengal, jangganya terasa tercekik hebat, keringat dinginnya merembesi baju. Dengan tenaga yang dihimpun sepicak-sepicak, dia berlari. Terus berlari.
Untuk beberapa waktu, dia bersembunyi. Tapi dia tahu, yang dia takuti bukan apa yang ada di luar sana. Yang paling menakutkannya ada di dalam dada. Tak tampak. Tak pernah membiarkannya nyenyak. Tak pernah mengizinkannya hening.
Satu hari dia tak tahan lagi. Diberanikannya menemui orang yang dianggapnya mampu memberi jawab gelisah hatinya. Kali ini bukan rahib yang dipilihnya. Kali ini seorang ‘alim yang didatanginya. Dan lelaki berilmu itu menerimanya dengan senyum tulus.
“Allah itu Maha Pengampun saudaraku”, ujar sang ‘alim ramah. “Taubatmu pasti diterima. Hanya saja, selain menyesali segala yang telah berlalu dan menebusnya dengan kebaikan-kebaikan, engkau juga harus meninggalkan negeri yang selama ini kau tinggali. Pergilah ke negeri lain untuk memulai hidupmu yang baru. Engkau harus berhijrah.”
Lelaki pembunuh itu, kita tahu, benar-benar berhijrah. Tapi dia mati di perjalanan. Dan malaikat rahmatpun memenangkan perdebatannya dengan malaikat ‘adzab. Sebab ketika diukur jaraknya, lelaki itu sejengkal lebih dekat ke arah negeri pertaubatannya. Dia benar-benar telah meninggalkan kejahatan, meski baru sejengkal. Maka Allah memerintahkan agar dia dibawa ke surga.
***
Kebaikan itu hanya menyembul sedikit, mengintip di balik terbunuhnya seratus nyawa. Seorang rahib memang ahli ‘ibadah. Tetapi dia bukan ahli ilmu. Dia tak kuasa mengenali kebaikan yang yang tersembunyi. Begitulah kita hari-hari ini, banyak terpesona dan dengan mudah menyebut seseorang sebagai, “Ustadz!” Padahal boleh jadi dia bukan ahli ilmu. Dia bisa saja ‘Abid, ahli ‘ibadah. Atau juga Khathib, seorang yang fasih bicara. Atau bisa juga Katib, seorang yang pandai menulis. Atau sejauh-jauhnya Hafizh, orang yang pintar menghafal.
Adapun ‘ulama, adalah mereka yang benar-benar mengenal Allah dan takut kepadaNya.
Seperti ‘alim yang menuntun sang pembunuh untuk bertaubat. Dia lelaki jernih yang penuh prasangka baik. Jika si rahib lebih tertekan oleh kata “membunuh”, sang ahli ilmu lebih terkesan oleh kata “taubat”. Kebaikan itu memang belum wujud, tapi dia memperlakukan sang pembunuh dengan penuh cinta, mempercayai yang terbaik dalam dirinya, dan menjadikan lelaki itu mampu menyongsong jalan surga.
Itulah ‘ulama. Dalam dekapan ukhuwah kita belajar dari mereka untuk takut kepada Allah dan tak mudah-mudah memvonis pada sesama hamba. Dalam dekapan ukhuwah kita belajar untuk mengenali kebaikan yang mengintip, mempercayainya, dan memberinya kesempatan untuk tampil mengemuka.
Memiliki akhlaq keulamaan ini bukan tak mudah. Kita hanya perlu memiliki perasaan sewajarnya bahwa kita sendiri juga manusia. Kita juga bisa khilaf dan alpa. Tak ada manusia suci yang tak punya masa lalu, dan tak ada insan jahat yang tak punya masa depan. “Dia yang tak mampu memaafkan kesalahan orang lain”, demikian dikatakan oleh George Herbert, “Telah menghancurkan jembatan yang seharusnya dia lalui sendiri.”
Mempercayai yang terbaik dalam diri seseorang, akan mengeluarkan yang terbaik dari mereka. Dalam dekapan ukhuwah, mari kita percayai asas itu. Dan mari kita perlakukan saudara-saudara tercinta kita dengan asas yang sama. Johann Wolfgang von Goethe, pemikir Jerman yang sangat mengagumi Muhammad Shallallaahu ‘Alaihi wa Sallam itu punya ungkapan yang menarik. “Perlakukan seseorang sebagaimana dia tampak saat ini”, tulisnya dalam Faust, “Dan kau akan menjadikannya lebih buruk. Namun jika kau memperlakukannya seolah dia telah menggapai potensinya dan mewujudkan citanya, kau akan menjadikannya sebagaimana dia yang seharusnya.”
Sungguh, setiap orang ingin hidupnya berarti. Semua orang ingin merasa dirinya penting dan punya makna. Kitapun demikian. Sebab itulah, dalam dekapan ukhuwah, asas ini berlaku untuk setiap orang, bahkan mereka yang tidak mempertunjukkannya. Mungkin saja, mereka sedang menunggu rangsang kecil dari kita untuk menjadi seseorang yang hebat. Mari bukakan kesempatan itu dengan mempercayai adanya kebaikan yang tersembunyi.
Sikap merasa lebih dan merasa suci jelas adalah lawan dari akhlaq keulamaan yang takut kepada Allah itu. Mereka yang merasa lebih, sulit mengenali kebajikan yang mengintip. Mereka dirabunkan oleh asap angan-angannya sendiri untuk menjadi lebih, padahal masih dalam khayalan.
Yang menggelikan adalah ketidakmampuan mereka untuk menghargai kebajikan yang mengintip biasanya diiringi kebanggaan atas apa yang tak mereka punya, dan keinginan dipuji atas apa yang belum mereka lakukan. Jika disebut kebaikan kecil yang dilakukan seseorang, mereka selalu memaparkan kebaikan yang lebih besar. Bukan untuk menjadikannya ‘ibrah apalagi ‘amal diri, sebab dirinya sendiri selalu berlindung di balik ‘udzur “syaratnya belum terpenuhi”. Semua dilakukannya hanya untuk menenggelamkan kebaikan kecil itu dan membuatnya seakan tak bernilai.
Semua manusia adalah anak-anak Adam yang menjadi tempatnya salah dan lupa. Maka orang suci sejati bukan yang tak berdosa, melainkan mereka yang banyak beristighfar kepada Allah. Mereka sering disergap rasa bersalah dan berdosa. Lalu dengan istighfar itu mereka merasakan ketenteraman dalam naungan ampunanNya. Maka mereka tumbuh menjadi pemaaf, sebab mereka juga tumbuh dalam pemaafan Allah. “Adapun mereka yang kurang beristighfar”, begitu ditulis Ibnul Qayyim Al Jauziyah dalam Madaarijus Salikin, “Pastilah hatinya keras dan merasa suci. Dan itu membuat mereka mudah sakit hati, sulit menghargai, dan tak mampu memaafkan.”
Tentu saja kita boleh menambahi keterangan Ibnul Qayyim ini: mereka yang tak mampu mengenali kebaikan yang mengintip, bisa berakhir tragis seperti sang rahib dalam kisah kita di awal tulisan.
Maka mari kita belajar untuk menghargai kebaikan yang mengintip, atau mentakjubi keshalihan yang kecil dan sederhana. Membiasakan hal ini sungguh akan menjadi sebuah latihan jiwa yang berharga. Sebab ada tertulis, “Mereka yang tak bisa menghargai yang kecil, takkan mampu menghormati yang besar. Dan mereka yang tak bisa berterimakasih pada manusia, takkan mampu mensyukuri Allah.”

salim a. fillah
-www.safillah.co.cc-

Fenomena “Hijab” antara Ikhwan dan Akhwat

Dulu ana pernah dapat cerita dari para masyaikh dakwah kalau ada seorang ikhwan dan akhwat berpapasan di jalan maka tidak akan ada komunikasi selagi memang tidak ada hal urgent yang harus dibicarakan, kalaupun terpaksa harus berkomunikasi di jalan tersebut maka keduanyapun menjaga pandangannnya masing2. Hal ini berlangsung ketika dakwah masih pada fase awal, ketika aktivis dakwah masih sedikit n pemikiran juga masih bersih (belum terkontaminasi). Wallahualam..
Seiring dengan perkembangan dan manuver-manuver dakwah yang dilakukan maka berimbas juga pada intensitas pertemuan Ikhwan-Akhwat pun tidak dapat dihindari. Namun apakah mereka turut mereformasi hijabnya seiring dengan tuntutan zaman? Mengadakan pertemuan tanpa hijab (tabir pembatas ruangan laki-laki dan perempuan), sering menelepon membahas agenda urgent untuk syuro (baca: rapat) selanjutnya, mengirim sms, misscall untuk mengingatkan jam syuro sudah dimulai, e-mail dan sarana telekomunikasi lainnya telah menjadi corak yang mewarnai pergaulan Ikhwan-Akhwat. Jika kelonggaran ini terus merambat maka dikhawatirkan aktivitas dakwah akan kehilangan keistimewaan yang mesti dimilikinya. Jika sudah demikian, lalu apa bedanya kita dengan yang lain?.
Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab turunnya hijab di kalangan aktivis dakwah:
Pertama, pemahaman. Walaupun telah dipenuhi atribut sebagai aktivis, masih banyak yang belum faham tentang hijab itu sendiri. Demikian juga norma-norma yang lain. Banyak di antara mereka yang ’tersandung’ terlebih dahulu baru kemudian benar-benar memahami urgensi hijab bagi perjalanan dakwah yang sedang diperjuangkan. Kendati pemahaman dapat diasah melalui bacaan, pengalaman memang lebih mengena ke sanubari orang yang mengalaminya.Kedua, ukhuwah yang mandeg di tengah mereka. Ukhuwah sesama Akhwat yang renggang menyebabkan seorang Akhwat lebih suka curhat kepada seorang Ikhwan. Atau sebaliknya, karena sibuk menghandle beberapa kegiatan, akhirnya kurang arif melihat bahwa di antara sesama Ikhwan ada yang sedang mengalami masalah prbadi. Kadang-kadang kecenderungan yang terjadi lebih ke lawan jenis daripada kepada sesamanya. Fenomena inilah yang harus disikapi lebih awal. Ikatan hati antara Akhwat dengan sesama Akhwat, dan Ikhwan dengan sesama Ikhwan harus diperkuat.
Ketiga, kurang kontrol, baik dari murabbi atau dari pengelola dakwah kampus. Seringkali yang muncul adalah komentar-komentar tanpa solusi konkrit. Tidak jarang pula karena tidak ada rujukan yang benar-benar dapat dijadikan teladan. Hal ini cukup dilematis bagi aktivis yang berstatus junior yang ingin proaktif. Ketika rambu-rambu pribadi kita agak redup, ada beberapa sikap yang semakin menjerumuskan kita dari penjagaan hijab ini. Boleh jadi tindakan ini telah sering kita lakukan, secara lambat laun membuat hijab kita semakin terkontaminasi. Di antara sikap-sikap tersebut adalah sebagai berikut :
1. Pandangan. Pandangan merupakan langkah awal yang biasa digunakan syetan untuk merusak hati seorang laki-laki atau seorang perempuan terhadap lawan jenisnya. “Dari mata turun ke hati” bukanlah sekedar pameo. Karena itu Rasulullah Saw melarang Ali bin Abi Thalib memandang seorang perempuan untuk kedua kalinya sebab ia merupakan anak panah syetan. Allah pun telah mengingatkan dalam Surah An Nuur : 30, “Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman, hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya. Yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.“
2. Senyuman. Senyuman memang merupakan sedekah yang paling mudah dan paling murah. Senyuman akan bermakna positif pada orang yang tepat, pada saat yang tepat dan dalam durasi waktu yang tepat pula. Namun maknanya akan terasa berbeda jika senyuman itu diberikan pada lawan jenis dengan tatapan mata yang penuh arti dan frekuensi yang cukup sering.
3. Ucapan. Komunikasi memang sangat diperlukan antar sesama aktivis dakwah. Perlu digaris bawahi agar perkataan yang terlontar dalam pembicaraan agenda dakwah tidak menyinggung hal-hal personal apalagi bersifat sensitif. Ucapan akan mengundang makna implisit jika diekspresikan dengan penuh perasaan. Ucapan kita akan terpengaruh jika dibawa bercanda, menghibur atau bersimpati pada lawan jenis. Karena bahaya lidah tak bertulang inilah maka Rasulullah Saw menyebutkan dalam salah satu haditsnya agar kita senantiasa berbicara yang baik atau lebih baik diam.
4. Kunjungan. Salah satu cara mempererat silaturahim adalah dengan mengunjungi saudara. Dengan demikian ukhuwah akan semakin kuat dan harmonis. Namun kunjungan antara pria dan wanita dapat berdampak lain. Terkadang kunjungan dibuat dengan cover meminjam catatan, buku, diskusi tentang tugas akhir semester, follow up syuro yang tidak sempat dibahas di kampus, konsultasi keislaman dan banyak topeng lainnya. Perlahan-lahan kunjungan formal ini menjadi kunjungan yang lebih bersifat privacy.
5. Hadiah. “Saling memberi hadiahlah kalian, maka kalian akan saling mencintai“, sabda Rasulullah Saw. Trik ini sangat bagus digunakan untuk menambah kehangatan persahabatan antar sesama Akhwat atau sesama Ikhwan seperti dalam acara tukar kado atau Malam Bina Iman dan Takwa (MABIT). Tidak sedikit pula kita menyalah artikan pemberian ketika hadiah itu berasal dari lawan janis. Kemudian timbul perasaan ge-er yang membuka pintu-pintu rusaknya hati, karena tipisnya tameng untuk itu. Sadar atau tidak, tindakan di atas adalah rangkaian pintu masuk syetan yang merupakan bagian dari langkah-langkah syetan untuk menjauhkan kita dari ridho Allah Swt. Kita harus senantiasa mawas diri bahwa dari setiap aliran darah ini musuh kita laknatullah tersebut akan selalu mengintai peluang untuk melengahkan kita. Terlepas kepada siapa kita melakukannya, orang yang faham atau orang yang awam. Seperti yang ditegaskan Allah dalam al-Quran Surah al-Baqarah: 208, “Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu kedalam Islam secara menyeluruh. Janganlah kamu menuruti langkah-langkah syetan. Sesungguhnya syetan itu adalah musuh yang nyata bagimu.“
Untuk membentengi diri dari godaan ini, ada tiga penguasaan yang harus kita miliki.
Pertama, penguasaan ilmu. Keimanan perlu ditopang dengan ilmu. Mengetahui ilmu tidak cukup hanya sekedar mengenal sebab, yang lebih penting adalah memahaminya. Sesungguhnya dengan mengunakan jilbab syar’i seorang Akhwat telah membuat perisai untuk dirinya yang menunjukkan izzah seorang Muslimah. Dari penampilan fisik saja sebenarnya kita telah menghijabi diri dari kemungkinan berbuat di luar jalur. Masih banyak ilmu-ilmu lainnya yang harus digali untuk semakin meningkatkan kualitas diri seorang Muslim. Ilmu bisa datang dari mana saja, siapa saja dan kapan saja, selagi kita menguatkan azzam dan meluruskan niat bahwa kita menuntut ilmu dalam rangka beribadah kepada Allah Swt, “…Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang berilmu beberapa derajat“ (Q.S. Al Mujadalah : 11).
Kedua, penguasan ma’nawi. Seorang yang faham dengan sesuatu belum tentu komit dengan pengetahuannya. Dia harus berlatih mengendalikan hawa nafsunya di bawah kendali iman. Begitu juga halnya dengan pemahaman seorang aktivis harokah, bisa saja luntur ketika keimanannya memudar. Pengetahuannya tentang etika pergaulan pria dan wanita menjadi redup, seredup cahaya imannya. Salah satu obatnya adalah dengan membasahi rohaninya yang kering dengan istighfar dan dzikrullah. Harus selalu dicamkan dalam hati bahwa kita menjaga diri ini tidak mengenal lingkungan di mana kita berada. Sejatinya, kemanapun kita melangkah, seiring dengan bertambahnya ilmu, orang ammah (umum) dapat melihat niai-nilai Islami tersebut terpancar dari tingkah polah kita. Normal jika tidak sedikit yang berbuat khilaf di tengah usahanya memperbaiki diri. Kewajiban kita adalah selalu berusaha untuk menjadi lebih baik.
Ketiga, penguasaan aplikasi. Penguasan ilmu dan stabilitas ma’nawiyah belum cukup sempurna jika respon-respon gerak belum tumbuh. Seorang aktivis yang menguasai ilmu akan memberikan reaksi yang tepat terhadap aksi-aksi yang muncul di sekitarnya serta mampu memberikan input bagi lingkungannya. Ia tidak reaksioner terhadap aksi-aksi negatif serta lebih bijaksana menyikapi suatu tantangan dari berbagai sudut pandang. Pola pikir yang broad-mainded ini akan kelihatan manfaatnya ketika ia mengambil keputusan dalam pergaulan sesama. Ia tidak akan cepat ge-er dan tidak akan membuat ge-er orang lain. Wibawanya sebagai seorang Muslim tetap terjaga.
Jadi seorang aktivis dakwah yang telah mempunyai penguasaan materi keilmuan (kognitif), kestabilan ma’nawi (afektif) dan penguasaan gerak amal (evaluatif) akan terjaga komitmennya terhadap tarikan-tarikan buruk. Seyogyanya, dengan pemahaman ini, eksistensi hijab tidak mengurangi kinerja aktivis dalam gerak organisasinya. Program-program dakwah dapat direalisasikan jika Ikhwan-Akhwat saling bersinergi, yang ditunjang dengan ukhuwah yang kental. Sangat diharapkan, lembaga dakwah kampus maupun fakultas mampu mengenjot potensi kader-kadernya terutama yang berada di posisi kunci. Sehingga dapat menyelesaikan kerja-kerja dakwah dengan optimal yang hasilnya juga dapat dirasakan oleh masyarakat, bukan hanya komunitas Ikhwan-Akhwat atau civitas akademika saja. Tulisan ini tidak bermaksud untuk menggurui tetapi lebih mengingatkan kita semuanya. Karena tentunya kita tidak ingin menjadi manusia yang merugi. Allah telah berfirman dalam al-Quran Surat Al’Ashr: 1-3, “Demi masa. Sesungguhnya manusia itu berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh, saling nasehat-menasehati dalam kebenaran dan saling nasehat-menasehati dalam kesabaran“. Semoga kita terhindar dari hal-hal demikian dan semoga Allah selalu memberikan penjagaan kepada kita ketika penjagaan-penjagaan makhluk tidak ada…
Wallahu’alam. Semoga bermanfaat

Melihat Fenomena Dakwah Kampus

KETIKA kuku kekuasaan Soeharto begitu mencengkeram kuat, sulit membayangkan dakwah kampus akan se-fenomenal sekarang. Betapa tidak, hari ini ketika kita menginjakkan kaki di kampus-kampus negeri, maka selalu ada jilbab, lelaki berjanggut, serta beberapa mufrodat (kosa kata) Arab yang keluar dari mulut para aktivis. UI sebagai satu contoh, sejak tahun 94, saat mana awal dibangunkembalinya lembaga di tingkat universitas, maka yang muncul menjadi leader adalah aktivis dakwah kampus.
Pergerakan dakwah di dunia kampus setidaknya menggeliat pada akhir 70-an, awal tahun 80-an. Ketika itu, banyak para alumni timur tengah yang kembali ke Indonesia. Tiba di negeri ini, mereka kemudian mengembangkan fikroh yang didapatkan dari luar, terutama dalam hal pergerakan. Salah satu organisasi dakwah yang sangat berpengaruh bagi dakwah kampus di negeri kita adalah gerakan Ikhwanul Muslimin.
Gerakan yang didirikan Imam Hasan Al-Banna di Mesir ini setidaknya memberikan ruh baru bagi pergerakan Islam. Sebelumnya, Ibnu Taimiyyah serta muridnya Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah juga telah dengan gencarnya melakukan pemurnian akidah Ummat Islam. Setelah itu, di negeri Arab muncul Muhammad Bin Abdul Wahhab dengan gerakan yang tak jauh dari pemberantasan bid’ah, khurafat, serta takhyul. Di Mesir, gerakan Jamaluddin Al-Afghani—pelopor Pan-Islamisme—diteruskan oleh Muhammad Abduh, Rasyid Ridho, serta Hasan Al-Banna.
Gerakan Islam yang terus membesar dari tanah Arab serta Afrika Utara sana juga membawa angin segar bagi negeri kita. Selain gerakan Ikhwan, juga ada gerakan lain yang melebarkan sayapnya di Indonesia. Akan tetapi, pada kurun 70-an Ikhwan-lah yang banyak mewarnai gerakan Islam negeri ini.
Masyumi di Indonesia, hingga kini pernah disamakan besarnya dengan Ikhwan. Salah satu lembaga dibawah partai Islam yang didirikan Mohammad Natsir itu adalah Dewan Dakwah Islam Indonesia (DDII). Lembaga yang berkantor di jalan Kramat Jakarta Pusat ini belakangan hari turut mengupayakan pembangunan Masjid Arif Rahman Hakim (ARH) kampus UI Salemba. Di masa itu, kerjasamanya terjalin erat antara mahasiswa Islam UI dengan DDII.
Di Bandung, gerakan dakwah kampus (DK) juga fenomenal. Menurut Ali Said Damanik—mantan ketua Forum Studi Islam FISIP UI—dalam bukunya Fenomena Partai Keadilan (2003), dakwah kampus di ITB digagas oleh Ir. TM Solaeman (anak seorang ulama dari Banten, kini guru besar), Prof. Drs. Ahmad Sadali, dan Ir. Nukman (anak seorang haji di kota Garut). Saat itu, mereka mendesak Rektor ITB untuk membangun Masjid sebagai basis sosial kampus. Akhirnya, berdirilah Masjid Salman.
Selain ketiga aktivis di atas, dakwah di ITB semakin gencar lewat Ir. Imaduddin Abdurrahim, M.Sc (kini Doktor). Salah satu gerakan Bang Imad—begitu biasa kelahiran Sumatera Utara itu disapa—yang terkenal adalah Latihan Mujahid Dakwah (LMD). LMD semakin gencar setelah para alumninya melebarkan sayap sistem LMD ini ke kampusnya masing-masing. Belakangan hari, sistem yang digunakan oleh Bang Imad mengadopsi dari Angkatan Belia Islam Malaysia (ABIM) dengan sistem tarbiyah, usroh, dan halaqoh.
Di Jogjakarta, dakwah kampusnya semakin gencar yang dipandu oleh Muhammad Amien Rais dan kawan-kawannya. Masjid Shalahuddin UGM serta Masjid Syuhada merupakan dua tempat yang banyak dijadikan aktivitas para aktivis muda ini hingga kini.
Di Makassar, dakwah kampus digencarkan oleh Halide (Unhas) dan Abdurrahman A.Basalamah (UMI). Ketika itu, keduanya menjadi koordinator untuk pembangunan masjid kampus. Masjid Sultan Alauddin UMI pernah mendapatkan founding dari DDII Jakarta.

Selain beberapa daerah di atas, pada dasarnya wilayah lain juga gencar. Akan tetapi, yang ter-publish baru beberapa saja dan itu kebanyakan di Jawa. Menurut pengamatan penulis, Universitas Andalas (Unand) Padang juga dakwah kampusnya berjalan. Hal ini mengingat Sumatera Barat adalah daerah pemasok ulama yang disebarkan ke penjuru negeri seribu pulau ini.
* * *
Secara umum, di tiap universitas ada LDK-nya. Tujuan dari didirikan lembaga itu adalah kurang lebih ‘membumikan’ nilai Islam dalam dunia kampus atau bahasa lainnya ‘islamisasi kampus.’ Adapun metodologi gerakannya rata-rata hampir sama, bergerak dalam kajian islam, seminar, serta pelayanan sosial.
Ada baiknya kita lihat beberapa LDK di negeri ini. SALAM UI, sejak dahulu telah menggunakan sistem gerakannya Ikhwan. Hal ini bisa kita lihat dari kurikulum kajiannya dalam tarbiyah. Beberapa buku bacaannya adalah: Risalah Pergerakan Hasan Al-Banna, Ma’alim Fitthariiq (Petunjuk Jalan) Sayyid Quthb, Trilogi Allah, Arrosul, dan Al-Islam Said Hawwa, Yusuf Al-Qaradhawi, Muhammad AL-Ghazali, Mustafa Masyhur dan lain sebagainya.
Di IPB ada dua gerakan yang cukup intens. Pertama, tarbiyah (yang mengikut pada Ikhwan, dan kedua, Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Menurut informasi yang penulis dapatkan, ada dua LDK di kampus itu yang masing-masing gerakan mengelola dengan sistemnya.
Di UGM, Jamaah Shalahuddin banyak digandrungi aktivis tarbiyah. Mirip dengan UI dimana gerakan tarbiyah mengelola SALAM UI dan BEM UI. Di UGM juga demikian adanya.
Di Universitas Hasanudddin (Unhas) saat ini LDK MPM-nya secara real dikelola—bahasa ini lebih baik ketimbang ‘dikuasai’—oleh aktivis dakwah yang intens kajian di Wahdah Islamiyah (WI). Secara historis, LDK ini selalu menjadi tarik ulur diantara aktivis mahasiswa. Dulu pernah dikelola oleh mahasiswa yang intens kajian di Syi’ah, juga kajian di tarbiyah yang berafiliasi ke paradigma Ikhwanul Muslimin.

Nah, di Universitas Mataram (Unram) sendiri, LDK Baabul Hikmah Unram digerakkan oleh ikhwah juga. Saat ini, dibawah komando Puskomda LDK Nusra (yang mengkoordinir wilayah Bali-Nusa Tenggara) sedang dalam tahap ekspansi dakwah ke wilayah Timur Indonesia. Beberapa bulan yang lalu telah membentuk LDK baru di STKIP Bima dan LDK Unfor (Universitas Flores). Semoga LDK-LDK lain di Timur Indonesia segera terbentuk, karena dakwah ini harus dimenangkan atas Izzah Islam Walmuslimuun..,Allahu Akbar...!!

Agar Kita Tidak Merugi : Surah - Al-Ashr

“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan saling nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran”. (Al-Ashr: 1-3)

Surah ini termasuk golongan Makkiyah yang diturunkan sesudah surah Asy-Syarh dan terdiri dari tiga ayat. Sayyid Quthb memahami aspek i’jazul Qur’an yang ketara pada surah pendek ini yang memang merupakan keistimewaan Al-Qur’an. Sebagai contoh misalnya, irama surah ini menunjukkan satu keserasian dimana pada akhir setiap ayatnya ditutup dengan huruf “ra”. Susunan redaksinya juga indah; berawal dari yang terpendek hingga yang terpanjang. Hanya dalam tiga ayat, tergambar dengan gamblang manhaj dan rambu-rambu kehidupan manusia yang dikehendaki oleh Islam yang berlaku sepanjang zaman dan pada setiap generasi. Memang hanya ada satu manhaj dan jalan keselamatan dari kerugian seperti yang dirumuskan dalam surah ini, yaitu iman, amal shalih, saling menasehati dalam mentaati kebenaran dan saling menasehati dalam menetapi kesabaran.

Surah ini diawali dengan sumpah. Sumpah Allah dengan salah satu makhluknya yang terpenting yang menentukan kehidupan manusia, yaitu waktu, baik seluruhnya maupun sebagiannya. Dalam satu “masa” terdapat beberapa keadaan; sakit dan sehat, suka dan duka, demikian seterusnya saling berpasangan. Bahkan dalam sebuah ‘waktu’ tersimpan segala jenis peristiwa dan kejadian. Karena keagungan waktu inilah maka Allah bersumpah dengannya. Dan memang Allah berhak bersumpah dengan apapun yang dikehendakinya dari seluruh makhlukNya, sedangkan manusia hanya boleh bersumpah dengan Allah dan nama-nama atau sifatNya yang mulia.

Terdapat banyak pemahaman para ulama tentang maksud ‘Al-Ashr’ yang menjadi sumpah Allah dalam surah ini. Hasan Al-Bashri berpendapat bahwa yang dimaksud dengan ‘Al-Ashr’ adalah waktu petang, karena pada waktu inilah berakhirnya segala aktifitas manusia, sehingga tinggal menghitung untung dan rugi dari apa yang telah dilakukannya semenjak pagi hingga waktu petang. Dalam konteks waktu, sebagian ulama menyimpulkan bahwa biasanya Allah bersumpah dengan waktu dhuha dalam konteks keberuntungan dan dengan waktu petang dalam konteks kerugian.

Makna lain dari kata ‘Al-Ashr’ yang masyhur adalah sholat Ashar. Shalat Ashar merupakan sholat yang utama dan diperintahkan khusus oleh Allah untuk dipelihara dan dijaga melalui firmanNya: “peliharalah oleh kalian shalat-shalat kalian dan shalat wushtho, yaitu sholat Ashar”. (2: 238). Bahkan Rasulullah bersabda mengagungkan shalat yang satu ini dalam salah satu haditsnya: “Barangsiapa yang tertinggal shalat Ashar, maka ia seolah-olah kehilangan keluarga dan hartanya”. Dalam riwayat lain dinyatakan: “maka sia-sialah semua amalnya”. (Diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim, Abu Daud dan Imam Ahmad). Disini Al-Biqa’i menemukan korelasi yang indah antara lafadz ‘insan’ yang merupakan sebaik-baik jenis makhluk Allah yang diciptakan dalam sebaik-baik kejadian (bentuk) dengan lafadz “Ashr” yang merupakan waktu pilihan, ibarat minuman jus yang dipilah dan diperas dari buah yang segar yang diistilahkan dalam bahasa Arab ‘Ashir.

Secara redaksional, bentuk nakirah (indifinitive) pada lafaz “khusr” menunjukkan besarnya kerugian yang akan diderita oleh setiap manusia dan juga untuk menghinakan manusia yang menderita kerugian tesebut, karena kerugian itu meliputi kebinasaan diri dan usianya. Atau bentuk nakirah juga menunjukkan umumnya kerugian tersebut. Seperti yang dinyatakan oleh Al-Alusi bahwa kerugian yang disebut oleh ayat bersifat umum mencakup segala jenis kerugian; duniawi maupun ukhrawi. Seperti kerugian dalam perniagaan, kerja-kerja manusia maupun pemanfaatan usia yang akan dimintai pertanggung jawaban oleh Allah swt. Apalagi bahwa pernyataan Allah tentang kerugian setiap manusia dalam ayat ini diperkuat dengan dua huruf ta’kid (penegasan), yaitu Inna yg berarti sesungguhnya dan La yg berarti benar-benar.

Keumuman ayat kedua dapat difahami dari lafadz ‘insan’ yang didampingi oleh alif dan lam yang menunjukkan makna yang umum. Meskipun ada yang berpendapat bahwa yang dimaksud dengan ‘manusia’ pada ayat ini adalah segolongan orang kafir seperti Al-‘Ash bin Wa’il, Al-Walid bin Al-Mughirah dan Al-Aswad bin Abdul Muthalib bin Al-Asad, namun tetap umumnya lafadz lebih kuat daripada khususnya ayat yang terbatas pada mereka yang telah menerima kerugian. Sehingga siapapun tanpa terkecuali tidak akan bisa terlepas dari kerugian melainkan jika ia berpegang teguh dengan ajaran yang terkandung pada ayat terakhir surah ini, yaitu iman, amal shalih dan saling menasehati untuk menepati kebenaran serta saling menasehati dalam kesabaran.

Iman dan amal shalih yang menjadi syarat pertama keluar dari kerugian merupakan dua hal yang saling terkait, ibarat dua sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan. Artinya tidak berguna dan akan mati iman seseorang tanpa amal shalih, begitu sebaliknya sia-sialah amal shalih yang tidak berlandaskan iman. Dari iman berasal setiap cabang kebaikan dan dengannya terkait setiap buah kebaikan. Oleh karena itu, Al-Qur’an dengan tegas menghancurkan nilai seluruh amal perbuatan, selagi amal perbuatan itu tidak didasarkan pada iman yang menjadi pendorong dan penghubung dengan Sang Maha Wujud. “Dan orang-orang yg kafir, amal perbuatan mereka adalah laksana fatamorgana di tanah yg datar, yg disangka air oleh orang yg dahaga, tetapi bila didatanginya air itu, dia tdk mendapatinya suatu apapun”.(AN-Nur: 39). Secara impelementatif, Iman adalah gerak dan amal, pembangunan dan pemakmuran menuju Allah. Ia bukan sesuatu yang pasif, layu dan bersembunyi di hati nurani. Juga bukan sekedar kumpulan niat yang baik yang tidak tercermin dalam bentuk perbuatan & gerak.

Ayat yang terakhir dan terpanjang dalam surah ini merupakan gambaran kepedulian seorang mukmin dengan saudaranya tentang kebaikan. Saling berpesan dalam kebenaran tentu sangat diperlukan, karena melaksanakan kebenaran itu butuh bantuan orang lain. Saling berpesan berarti mengingatkan, memberi dukungan, memotivasi dan menyadarkan. Dan seseorang tidak akan mungkin mampu melaksanakan kebenaran dan kebaikan yang sempurna secara personal, tanpa keterlibatan orang lain. Demikian juga saling berpesan dengan kesabaran sangat diperlukan karena akan bisa meningkatkan kemampuan, semangat dan perasaan kebersamaan. Apalagi dalam meyakini, menjalankan dan menyeru kebenaran tadi bisa jadi akan menghadapi hambatan, rintangan dan tantangan dalam beragam bentuknya. Dalam riwayat Al-Hakim disebutkan, “Kesabaran adalah setengah dari (realisasi) iman seseorang”. Disinilah urgensi kepedulian seorang mukmin dengan suadaranya dalam dua hal yang saling berkaitan; kebenaran dan kesabaran.

Yang menarik untuk dicermati mengenai tafsir surah ini adalah pendapat Al-Wahidi dalam kitab tafsirnya Al-Wajiz fi Tafsir Al-Kitab Al-Aziz. Beliau mengemukakan secara spesifik contoh mereka yang telah mendapat kerugian dan keberuntungan berdasarkan urutan dalam mushaf. Abu jahal merupakan representasi dari orang yang merugi. Abu Bakar merupakan sosok yang sesuai dengan implementasi iman. Umar bin Khattab mewakili orang-orang yang beramal shalih. Utsman bin Affan merupakan contoh nyata dari mereka yang saling menasehati dalam kebenaran dan Ali bin Abi Thalib identik dengan golongan yang saling menasehati dalam kesabaran. Lebih lanjut As-Syanqithi dalam tafsir ‘Adhwa’ul Bayan mengemukakan Mafhum mukhalafah dari setiap ajaran dalam surah ini; mafhum mukhalafah dari keberuntungan adalah kerugian, yaitu tdk beriman (kafir), tidak beramal atau beramal buruk, tidak berpesan dengan kebenaran atau berpesan tetapi dengan kebatilan serta tidak berpesan dengan kesabaran atau senantiasa berkeluh kesah.

Sungguh setiap kita mendambakan kesuksesan, keberuntungan dan kebahagiaan di dunia dan di akhirat kelak. Tidak ada jalan dan manhaj lain melainkan mengamalkan kandungan surah ini secara totalitas seperti yang pernah dicontohkan oleh para sahabat Rasulullah saw. Disebutkan bahwa tidaklah dua orang sahabat Rasulullah bertemu, melainkan salah seorang dari keduanya akan membacakan surah ini sebelum berpisah, kemudian saling mengucapkan salam dan saling berjanji serta berkomitmen untuk tetap berpegang teguh dengan iman dan beramal shalih, saling berjanji untuk senantiasa berpesan dengan kebenaran dan dengan kesabaran dalam menjalani kehidupan mereka.

Pengertian Cinta Menurut Quran

8 Pengertian Cinta Menurut Qur`an

Menurut hadis Nabi, orang yang sedang jatuh cinta cenderung selalu
mengingat dan menyebut orang yang dicintainya (man ahabba syai`an
katsura dzikruhu), kata Nabi, orang juga bisa diperbudak oleh cintanya
(man ahabba syai`an fa huwa `abduhu). Kata Nabi juga, ciri dari cinta
sejati ada tiga : (1) lebih suka berbicara dengan yang dicintai
dibanding dengan yang lain, (2) lebih suka berkumpul dengan yang
dicintai dibanding dengan yang lain, dan (3) lebih suka mengikuti
kemauan yang dicintai dibanding kemauan orang lain/diri sendiri. Bagi
orang yang telah jatuh cinta kepada Alloh SWT, maka ia lebih suka
berbicara dengan Alloh Swt, dengan membaca firman Nya, lebih suka
bercengkerama dengan Alloh SWT dalam I`tikaf, dan lebih suka mengikuti
perintah Alloh SWT daripada perintah yang lain.

Dalam Qur`an cinta memiliki 8 pengertian berikut ini penjelasannya:

1. Cinta mawaddah adalah jenis cinta mengebu-gebu, membara dan
"nggemesi". Orang yang memiliki cinta jenis mawaddah, maunya selalu
berdua, enggan berpisah dan selalu ingin memuaskan dahaga cintanya. Ia
ingin memonopoli cintanya, dan hampir tak bisa berfikir lain.

2. Cinta rahmah adalah jenis cinta yang penuh kasih sayang, lembut,
siap berkorban, dan siap melindungi. Orang yang memiliki cinta jenis
rahmah ini lebih memperhatikan orang yang dicintainya dibanding
terhadap diri sendiri. Baginya yang penting adalah kebahagiaan sang
kekasih meski untuk itu ia harus menderita. Ia sangat memaklumi
kekurangan kekasihnya dan selalu memaafkan kesalahan kekasihnya.
Termasuk dalam cinta rahmah adalah cinta antar orang yang bertalian
darah, terutama cinta orang tua terhadap anaknya, dan sebaliknya. Dari
itu maka dalam al Qur`an , kerabat disebut al arham, dzawi al arham ,
yakni orang-orang yang memiliki hubungan kasih sayang secara fitri,
yang berasal dari garba kasih sayang ibu, disebut rahim (dari kata
rahmah). Sejak janin seorang anak sudah diliputi oleh suasana
psikologis kasih sayang dalam satu ruang yang disebut rahim.
Selanjutnya diantara orang-orang yang memiliki hubungan darah
dianjurkan untuk selalu ber silaturrahim, atau silaturrahmi artinya
menyambung tali kasih sayang. Suami isteri yang diikat oleh cinta
mawaddah dan rahmah sekaligus biasanya saling setia lahir batin-dunia
akhirat.

3. Cinta mail, adalah jenis cinta yang untuk sementara sangat membara,
sehingga menyedot seluruh perhatian hingga hal-hal lain cenderung
kurang diperhatikan. Cinta jenis mail ini dalam al Qur`an disebut
dalam konteks orang poligami dimana ketika sedang jatuh cinta kepada
yang muda (an tamilu kulla al mail), cenderung mengabaikan kepada yang
lama.

4. Cinta syaghaf. Adalah cinta yang sangat mendalam, alami, orisinil
dan memabukkan. Orang yang terserang cinta jenis syaghaf (qad
syaghafaha hubba) bisa seperti orang gila, lupa diri dan hampir-hampir
tak menyadari apa yang dilakukan. Al Qur`an menggunakan term syaghaf
ketika mengkisahkan bagaimana cintanya Zulaikha, istri pembesar Mesir
kepada bujangnya, Yusuf.

5. Cinta ra`fah, yaitu rasa kasih yang dalam hingga mengalahkan
norma-norma kebenaran, misalnya kasihan kepada anak sehingga tidak
tega membangunkannya untuk salat, membelanya meskipun salah. Al Qur`an
menyebut term ini ketika mengingatkan agar janganlah cinta ra`fah
menyebabkan orang tidak menegakkan hukum Allah, dalam hal ini kasus
hukuman bagi pezina (Q/24:2).

6. Cinta shobwah, yaitu cinta buta, cinta yang mendorong perilaku
penyimpang tanpa sanggup mengelak. Al Qur`an menyebut term ni ketika
mengkisahkan bagaimana Nabi Yusuf berdoa agar dipisahkan dengan
Zulaiha yang setiap hari menggodanya (mohon dimasukkan penjara saja),
sebab jika tidak, lama kelamaan Yusuf tergelincir juga dalam perbuatan
bodoh, wa illa tashrif `anni kaidahunna ashbu ilaihinna wa akun min al
jahilin (Q/12:33)

7. Cinta syauq (rindu). Term ini bukan dari al Qur`an tetapi dari
hadis yang menafsirkan al Qur`an. Dalam surat al `Ankabut ayat 5
dikatakan bahwa barangsiapa rindu berjumpa Allah pasti waktunya akan
tiba. Kalimat kerinduan ini kemudian diungkapkan dalam doa ma`tsur
dari hadis riwayat Ahmad; wa as`aluka ladzzata an nadzori ila wajhika
wa as syauqa ila liqa`ika, aku mohon dapat merasakan nikmatnya
memandang wajah Mu dan nikmatnya kerinduan untuk berjumpa dengan Mu.
Menurut Ibn al Qayyim al Jauzi dalam kitab Raudlat al Muhibbin wa
Nuzhat al Musytaqin, Syauq (rindu) adalah pengembaraan hati kepada
sang kekasih (safar al qalb ila al mahbub), dan kobaran cinta yang
apinya berada di dalam hati sang pecinta, hurqat al mahabbah wa il
tihab naruha fi qalb al muhibbi

8. Cinta kulfah. yakni perasaan cinta yang disertai kesadaran mendidik
kepada hal-hal yang positip meski sulit, seperti orang tua yang
menyuruh anaknya menyapu, membersihkan kamar sendiri, meski ada
pembantu. Jenis cinta ini disebut al Qur`an ketika menyatakan bahwa
Allah tidak membebani seseorang kecuali sesuai dengan kemampuannya, la
yukallifullah nafsan illa wus`aha (Q/2:286)


Nah, yg manakah anda????hehe...

Sabtu, 08 Mei 2010

Masjid akan Didirikan di Dekat Ground Zero (Wilayah WTC) Jadi Perdebatan di AS

York - Satu masjid akan didirikan di dekat bekas gedung World Trade Center (WTC) New York, Amerika Serikat (AS) alias Ground Zero. Pendirian masjid itu pun menjadi perdebatan antara penduduk New York dan keluarga korban serangan 11 September 2001.

Cordoba House, nama proyek itu, akan menjadi pusat komunitas, termasuk di dalamnya akan didirikan masjid, pusat penampilan seni, gym, kolam renang dan area publik lainnya. Proyek ini merupakan gagasan kolaborasi antara American Society for Muslim Advancement dan the Cordoba Initiative. Kedua organisasi itu mempresentasikan visinya kepada Dewan Komunitas wilayah Manhattan, dan mendapat dukungan.

Eksekutif Direktur American Society for Muslim Advancement Daisy Khan, kendati pusat komunitas itu dipimpin kaum Muslim, pada dasarnya pusat komunitas itu melayani semua elemen masyarakat dari berbagai suku bangsa dan agama.

"Ini akan memiliki rasa komunitas yang riil, untuk merayakan pluralisme di AS, sebaik di dalam agama Islam. Ini (pusat komunitas ini) juga akan melayani sebagian besar masyarakat Islam yang diam yang tak ada hubungannya dengan ideologi ekstrem. Ini akan bisa melawan momentum ekstremis itu," ujar Kgan seperti dilansir dari CNN, Sabtu (8/5/2010).

Pusat komunitas ini dibutuhkan untuk mendukung kebutuhan komunitas Muslim yang sedang tumbuh. "Waktu untuk pusat komunitas ini telah tiba karena Islam itu juga agama di Amerika. Kita butuh mengubah tragedi 9/11 itu kepada sesuatu yang sangat positif," imbuhnya.

Sementara anggota Dewan Komunitas yang menghadiri pertemuan itu, Ro Sheffe mengatakan proyek itu tidak memerlukan persetujuan Dewan. Menurutnya, pusat komunitas seperti itu sangat dibutuhkan penduduk lower Manhattan di tengah wilayah yang sangat komersial.

"Mereka mempunyai tanahnya, dan rencana mereka tidak merubah area zonasi. Mereka datang untuk mengetahui opini kita, dan memberi tahu rencana mereka," ujar Sheffe.

Dari 15 orang perwakilan komunitas, 12 orang dalam voting tertutup menyetujui proyek itu.

Sementara proyek itu menimbulkan pro dan kontra di antara penduduk Manhattan dan keluarga korban 9/11.

"Saya pikir itu hal yang tepat. Saya kehilangan 16 teman saat 9/11. Tapi Muslim juga menjadi korban di sana. Ini akan menjadi tanda yang bagus agar tidak mengecam semua Muslim sebagai teroris dan ekstremis. Sebagai orang kulit hitam, saya tahu bagaimana rasanya didiskriminasi saat kamu tak melakukan apapun," ujar Marvin Bethea, seorang paramedis saat peristiwa 9/11.

Herbert Quida, seorang ibu yang putranya tewas saat tragedi 9/11 mendukung proyek ini sebagai jembatan budaya di New York.

"Saya mengerti kemarahan dan kebencian itu, tapi itu akan lebih menimbulkan kebencian jika sebagian besar masyarakat dunia mengatakan bahwa seseorang yang memiliki kepercayaan ini adalah teroris, itu sangat mengerikan," ujar Quida.

Ada pula yang menentang seperti Michael Valentin, yang juga keluarga korban 9/11.

"Lower Manhattan seharusnya dibuat sebagai monumen bagi orang-orang yang tewas di sana. Itu mematahkan hati bagi para keluarga korban. Saya menegerti mereka membangunnya untuk tujuan terhormat, namun tidak seharusnya itu di sana," ujar mantan detektif yang bekerja di Ground Zero.

Sedangkan penduduk lainnya, Barry Zelman mengatakan lokasi itu akan selalu menjadi pengingat luka.

"Teroris 9/11 melakukan ini atas nama Islam. Itu wilayah sakral di mana banyak orang tewas, saudaraku terbunuh, dan dalam bayang-bayang agama itu (Islam), itu hipokrit," tukas Zelman.

Bagaimanapun, Khan mengatakan umat Muslim juga menjadi korban serangan 9/11. "300 Orang korban di antaranya adalah Muslim. Itu 10 persen dari korban. Kita juga warga negara Amerika. Tragedi 9/11 melukai tiap orang di komunitas Muslim. Kita bersama-sama dalam hal ini, dan bersama-sama pula memerangi ekstremis dan terorisme," jelas Khan.

Cordoba House akan didirikan 2 blok dari Ground Zero, dan sekarang sedang dalam proses perencanaan pembangunan. American Society for Muslim Advancement berharap pengumpulan dana untuk membangun Cordoba House bisa tercapai dalam 3-5 tahun mendatang.