Syarif Husni's Greeting


Minggu, 09 Mei 2010

Melihat Fenomena Dakwah Kampus

KETIKA kuku kekuasaan Soeharto begitu mencengkeram kuat, sulit membayangkan dakwah kampus akan se-fenomenal sekarang. Betapa tidak, hari ini ketika kita menginjakkan kaki di kampus-kampus negeri, maka selalu ada jilbab, lelaki berjanggut, serta beberapa mufrodat (kosa kata) Arab yang keluar dari mulut para aktivis. UI sebagai satu contoh, sejak tahun 94, saat mana awal dibangunkembalinya lembaga di tingkat universitas, maka yang muncul menjadi leader adalah aktivis dakwah kampus.
Pergerakan dakwah di dunia kampus setidaknya menggeliat pada akhir 70-an, awal tahun 80-an. Ketika itu, banyak para alumni timur tengah yang kembali ke Indonesia. Tiba di negeri ini, mereka kemudian mengembangkan fikroh yang didapatkan dari luar, terutama dalam hal pergerakan. Salah satu organisasi dakwah yang sangat berpengaruh bagi dakwah kampus di negeri kita adalah gerakan Ikhwanul Muslimin.
Gerakan yang didirikan Imam Hasan Al-Banna di Mesir ini setidaknya memberikan ruh baru bagi pergerakan Islam. Sebelumnya, Ibnu Taimiyyah serta muridnya Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah juga telah dengan gencarnya melakukan pemurnian akidah Ummat Islam. Setelah itu, di negeri Arab muncul Muhammad Bin Abdul Wahhab dengan gerakan yang tak jauh dari pemberantasan bid’ah, khurafat, serta takhyul. Di Mesir, gerakan Jamaluddin Al-Afghani—pelopor Pan-Islamisme—diteruskan oleh Muhammad Abduh, Rasyid Ridho, serta Hasan Al-Banna.
Gerakan Islam yang terus membesar dari tanah Arab serta Afrika Utara sana juga membawa angin segar bagi negeri kita. Selain gerakan Ikhwan, juga ada gerakan lain yang melebarkan sayapnya di Indonesia. Akan tetapi, pada kurun 70-an Ikhwan-lah yang banyak mewarnai gerakan Islam negeri ini.
Masyumi di Indonesia, hingga kini pernah disamakan besarnya dengan Ikhwan. Salah satu lembaga dibawah partai Islam yang didirikan Mohammad Natsir itu adalah Dewan Dakwah Islam Indonesia (DDII). Lembaga yang berkantor di jalan Kramat Jakarta Pusat ini belakangan hari turut mengupayakan pembangunan Masjid Arif Rahman Hakim (ARH) kampus UI Salemba. Di masa itu, kerjasamanya terjalin erat antara mahasiswa Islam UI dengan DDII.
Di Bandung, gerakan dakwah kampus (DK) juga fenomenal. Menurut Ali Said Damanik—mantan ketua Forum Studi Islam FISIP UI—dalam bukunya Fenomena Partai Keadilan (2003), dakwah kampus di ITB digagas oleh Ir. TM Solaeman (anak seorang ulama dari Banten, kini guru besar), Prof. Drs. Ahmad Sadali, dan Ir. Nukman (anak seorang haji di kota Garut). Saat itu, mereka mendesak Rektor ITB untuk membangun Masjid sebagai basis sosial kampus. Akhirnya, berdirilah Masjid Salman.
Selain ketiga aktivis di atas, dakwah di ITB semakin gencar lewat Ir. Imaduddin Abdurrahim, M.Sc (kini Doktor). Salah satu gerakan Bang Imad—begitu biasa kelahiran Sumatera Utara itu disapa—yang terkenal adalah Latihan Mujahid Dakwah (LMD). LMD semakin gencar setelah para alumninya melebarkan sayap sistem LMD ini ke kampusnya masing-masing. Belakangan hari, sistem yang digunakan oleh Bang Imad mengadopsi dari Angkatan Belia Islam Malaysia (ABIM) dengan sistem tarbiyah, usroh, dan halaqoh.
Di Jogjakarta, dakwah kampusnya semakin gencar yang dipandu oleh Muhammad Amien Rais dan kawan-kawannya. Masjid Shalahuddin UGM serta Masjid Syuhada merupakan dua tempat yang banyak dijadikan aktivitas para aktivis muda ini hingga kini.
Di Makassar, dakwah kampus digencarkan oleh Halide (Unhas) dan Abdurrahman A.Basalamah (UMI). Ketika itu, keduanya menjadi koordinator untuk pembangunan masjid kampus. Masjid Sultan Alauddin UMI pernah mendapatkan founding dari DDII Jakarta.

Selain beberapa daerah di atas, pada dasarnya wilayah lain juga gencar. Akan tetapi, yang ter-publish baru beberapa saja dan itu kebanyakan di Jawa. Menurut pengamatan penulis, Universitas Andalas (Unand) Padang juga dakwah kampusnya berjalan. Hal ini mengingat Sumatera Barat adalah daerah pemasok ulama yang disebarkan ke penjuru negeri seribu pulau ini.
* * *
Secara umum, di tiap universitas ada LDK-nya. Tujuan dari didirikan lembaga itu adalah kurang lebih ‘membumikan’ nilai Islam dalam dunia kampus atau bahasa lainnya ‘islamisasi kampus.’ Adapun metodologi gerakannya rata-rata hampir sama, bergerak dalam kajian islam, seminar, serta pelayanan sosial.
Ada baiknya kita lihat beberapa LDK di negeri ini. SALAM UI, sejak dahulu telah menggunakan sistem gerakannya Ikhwan. Hal ini bisa kita lihat dari kurikulum kajiannya dalam tarbiyah. Beberapa buku bacaannya adalah: Risalah Pergerakan Hasan Al-Banna, Ma’alim Fitthariiq (Petunjuk Jalan) Sayyid Quthb, Trilogi Allah, Arrosul, dan Al-Islam Said Hawwa, Yusuf Al-Qaradhawi, Muhammad AL-Ghazali, Mustafa Masyhur dan lain sebagainya.
Di IPB ada dua gerakan yang cukup intens. Pertama, tarbiyah (yang mengikut pada Ikhwan, dan kedua, Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Menurut informasi yang penulis dapatkan, ada dua LDK di kampus itu yang masing-masing gerakan mengelola dengan sistemnya.
Di UGM, Jamaah Shalahuddin banyak digandrungi aktivis tarbiyah. Mirip dengan UI dimana gerakan tarbiyah mengelola SALAM UI dan BEM UI. Di UGM juga demikian adanya.
Di Universitas Hasanudddin (Unhas) saat ini LDK MPM-nya secara real dikelola—bahasa ini lebih baik ketimbang ‘dikuasai’—oleh aktivis dakwah yang intens kajian di Wahdah Islamiyah (WI). Secara historis, LDK ini selalu menjadi tarik ulur diantara aktivis mahasiswa. Dulu pernah dikelola oleh mahasiswa yang intens kajian di Syi’ah, juga kajian di tarbiyah yang berafiliasi ke paradigma Ikhwanul Muslimin.

Nah, di Universitas Mataram (Unram) sendiri, LDK Baabul Hikmah Unram digerakkan oleh ikhwah juga. Saat ini, dibawah komando Puskomda LDK Nusra (yang mengkoordinir wilayah Bali-Nusa Tenggara) sedang dalam tahap ekspansi dakwah ke wilayah Timur Indonesia. Beberapa bulan yang lalu telah membentuk LDK baru di STKIP Bima dan LDK Unfor (Universitas Flores). Semoga LDK-LDK lain di Timur Indonesia segera terbentuk, karena dakwah ini harus dimenangkan atas Izzah Islam Walmuslimuun..,Allahu Akbar...!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar