Syarif Husni's Greeting


Minggu, 05 Desember 2010

Atas Nama Cinta


Aku adalah sesosok jasad kaku, terbujur. Sekujur tubuhku penuh luka tusukkan belati!.


***

“Kabune-ku ba mada sa'e?? Dou matua mada wati loa-na ka ao. Wati loa-na ka ao ade ndai ma sama..1.”. Katamu sendu.

“Mai ta lao rai2??” ajakku.

“Londo iha???. Ando ta da bade ba ita tabe’a kaluarga mada. Mada dahu ade-ku di iha kai ba ndai pea re3”.

“De kabune-ku arie??? De sampe ake mpa ndai ro??4” tantangku.

Kekasihku terdiam. Merenung dalam derai air mata yang mulai membuncah. Sejenak ia memandangku. Menelisik pedih rasa yang yang harus dikubur hanya karena perbedaan status sosial.

“Kalau memang itu satu-satunya cara yang harus kita tempuh, mada siap sa'e..5”

Dan malam itu rembulan jadi saksi. Dua anak manusia menantang badai yang mereka ciptakan sendiri.

 ***

“Cepat cari Aisya!. Temukan mereka malam ini juga!. Bunuh Si Kurang Ajar itu!” titah Muma.

“Berani-beraninya dia bawa lari ana sampela nahu7!. Dasar kutu busuk!!”.



“Marewo!, cepat temukan adikmu sebelum pagi” murkanya sambil mengeluarkan sesuatu dari bungkusan kain berwarna merah.

“Kamu akan membutuhkan ini untuk menjadi kakak yang mampu melindungi adikmu..” kata Muma sambil menyerahkan sebuah sampari kepada anak sulungnya.

Berangkatlah Marewo serta beberapa pemuda yang dikumpulkannya untuk menemukan Aisya. Muka-muka penuh bara siap menerima titah malam itu, di bawah tatapan sang rembulan yang hampir purnama. Bersenjatakan sampari, balati, senter, dan cila golo.

***

Hari menjelang subuh.

“Samporo wali arie.,Ta sanawa mpa aka nggaro Ama Hami ndai. Sidi ai ndai ta lao eda angi labo Dae Muna. Nahu ma wa’a-mu aka uma Dae Muna nggomi…..9”.

“Iyo sa’e…Ta doho wa’u ta ake samporo, istirahat….10” rengeknya.

“Samporo aja ari ya11?? Kak takut keburu pagi…..”

Aisya hanya menjawab dengan anggukan kepala. Ia kelihatan cantik sekali malam itu. Kain rimpu yang ia kenakan memantulkan cahaya bulan yang turun di sori parewa yang mengalir jernih.

Sejenak suasana hening. Tetapi, mataku tetap awas. Muma pasti mengirim anak buahnya untuk mencariku.

“Kak……..” suara Aisya membuyarkan kekhawatiranku.

“Iya dek…”

“Mada takut Dae Marewo akan menemukan kita…11”

“Mudah-mudahan tidak….” Aku berharap.



Suasana kembali sepi. Hanya suara jangkrik dan gemerisik percikkan air yang melewati batu-batu besar di sungai itu.



“Kak, seandainya Dae Marewo menemukan kita malam ini, Kak kan tetap melindungi Aisya khan??”

“Apapun yang akan terjadi, Kak akan tetap ada disampingmu, walau nyawa harus jadi taruhannya..”

Ia tersenyum dibalik rimpu mpida12-nya.



Beberapa saat lagi adzan subuh. Aku memutuskan untuk melanjutkan perjalanan, mengajak pergi puteri tunggal Muma Dea, bangsawan terhormat Dana Mbojo.



“Ari, mai ta lao-ra. Sanawa mpa aka uma Dae Muna pea re…13”.

Kutarik tangan Aisya. Kami harus tiba di rumah pamanku, Dae Muna sebelum subuh.



“Syafa! Tunggu…!!” sebuah teriakkan dari arah belakang menghentikkan langkah kaki kami.

“Dae Marewo..???!” teriak Aisya.

Dugaanku terbukti. Orang-orang suruhan Muma akhirnya berhasil melacak keberadaanku.

Aku mengambil posisi melindungi diri. Aisya berlindung dibelakangku.



“Syafaruddin….pemuda tidak tahu diri!. Ma ne’e made nggomi, ana kurang ajar??” teriak Dae Marewo.



“Mada wati ngupa-ku made!14” jawabku.

Bersamaan dengan itu dari balik semak-semak muncul empat orang pemuda dengan sampari ditangan mereka.

”Bune Dae??15” tanya mereka.

“Bawa Aisya kemari dan bereskan Syafa!” perintah Dae Marewo.



Tiga orang pemuda mendekat padaku. Dua di depanku dan satu orang di belakangku.



“Buukkkkkkk……” sebuah tendangan mendarat dibawah dadaku.



“Aowww…” teriakku dan mundur beberapa langkah. Dan genggaman tangan Aisya terlepas dari tanganku.

Pemuda itu menyeret Aisya dengan kasar. Membawanya kepada sang majikan mereka, Dae Marewo.

Sementara itu, tiga pemuda tadi mengepungku.



“Buukkkkkkk……” tendangan kerasku mendarat di dada pemuda yang ada dibelakangku. Ia kesakitan dan mundur beberapa langkah.

Secepat kilat aku melumpuhkan dua pemuda di depanku. Jurus gantao yang pernah kupelajari dulu ternyata ada gunanya juga.

Dua pemuda tadi roboh terkena tendangan kerasku di bagian bawah selangkangan mereka.



Aku berdiri. Gagah.

Sekarang tinggal Dae Marewo sendiri. Aku akan menaklukkannya dan membawa Aisya kembali.



Aku menatapnya. Mata itu tampak ketakutan.



“Kembalikan Aisya….!” teriakku.



Dae Marewo makin ketakutan. Ia akan berlari pulang…

Hingga….



“Coossshhhhhh…….”



Sebuah benda menancap diperut bagian kiriku. Sejenak aku tidak merasakan apa-apa. Aku meraba benda itu. Enyir darah memenuhi tanganku. Kemudian…



“Coossshhhhhh……”



Sebuah tusukan kembali merobek ususku. Pening mulai menghinggapiku. Dingin. Pandanganku semakin kabur. Kakiku semakin tidak stabil. Dalam remang cahaya bulan, kulihat Aisya menangis, meneriakkan namaku…sementara Dae Marewo tertawa terbahak, keras dan melengking.



Aku terjatuh, tepat dipinggiran sungai yang penuh bebatuan dan rimbunan pohon. Air sungai memerah.



Pandanganku semakin kabur……….hingga adzan subuh membawaku pergi. Sendiri. Tanpa Kekasih. Tanpa Aisya!.

***



Aku adalah seonggok jasad. Terbujur. Kaku. Dan tersingkirkan….









(Syarif Husni, Mataram, 03 Oktober 2010, Ba’da Dzuhur).





Footnote :



1Saya gak tahu harus bagaimana lagi Kak?? Orang tua saya tidak pernah mengerti. Mereka tidak pernah mengerti akan perasaan kita.

2. Ayo kita pergi??

3pergi???. Kak khan tahu tabiat keluarga saya. Saya khawatir akan berakibat buruk pada kita nanti.

4Terus kita mau bagaimana Dek?? Apakah semuanya harus terhenti sampai di sini??

5mada =saya (halus), Sa’e = kakak.

6Muma =Gelar bangsawan di Bima.

7Anak gadis saya

8sampari=keris, balati=semacam pisau bayonet, tapi sangat tajam, cila golo=parang berbentuk samurai, lurus.

9sebentar lagi Dek.,kita kan beristirahat di kebunnya Pak Hamid. Besok pagi-pagi kita harus bertemu Dae Muna. Saya akan membawamu ke rumahnya Dae Muna..

10Iya Kak.,kita duduk dulu disini sebentar, istirahat.

11Sebentar aja Dek ya??

12mada=saya

Rimpu mpida=cadar tradisional Bima yg dipakai oleh perempuan yg masih gadis (blum menikah)

13Dek, ayo kita lanjutkan perjalanan. Istirahat di rumahnya Dae Muna saja ntar..

14Saya tidak cari mati!

15Gimana ini Dae???

16Londo Iha (londo=turun, iha=rusak)= Budaya adaptasi dari suku Sasak (merariq) yaitu membawa lari gadis dari rumah orang tuanya.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar