Syarif Husni's Greeting


Rabu, 06 April 2011

Laki-Laki Pencari Tuhan


Aku tidak tahu persis sejak kapan ia pertama kali mengunjungiku. sebulan, dua bulan yang lalu. Entah. Sungguh aku tidak ingat. Belakangan aku sering melihatnya mengunjungiku. dengan wajah yang ceria. Tetapi lebih sering ia datang padaku dengan tatapan kosong dan hampa. Seperti siang ini. Ia datang membawa mendung. Dan seketika hujan ketika ia berada di pintu-Nya, tepat di depanku..
Usianya masih sangat muda. Dua puluh lima tahun. Ia datang padaku dengan mengenakan celana kain hitam, kemeja kotak-kotak, dan berkopiah putih serta seperti biasa, tas ransel yang selalu sesak. Biasanya tas itu berisi buku-buku, dan terkadang sarung dan juga jaket. Ia berjalan lemah, membawa mendung. Setelah berwudhu, laki-laki itu menghampiriku. Ranselnya ia sandarkan dipunggungku yang dingin. Dan ia tenggelam dalam takbirnya, mencari Tuhan yang hilang!.


Hari itu adalah hari libur. Tetapi pemuda itu tetap rapi, seperti kedatangannya pada hari sebelum-sebelumnya. Laksana kekasih yang hendak bertemu bidadarinya. Ia mengambil tempat di pojok, seperti biasa, tempat kesukaannya.
Mendung semakin tebal menggelayut. Rintik hujan sesaat akan membuncah di tepian bola matanya. Bibirnya pucat. Tuhan yang ia cari masih jua jauh, walau ia sudah ada di depan pintu-Nya. Parau suaranya mengumamkan sesuatu. Lirih yang tak bisa aku dengar, kecuali desah nafasnya yang tak biasa.
Perlahan ia membuka ranselnya yang sesak. Ia mengeluarkan sebuah jaket abu-abu dan mengenakannya. Angin sepertinya telah menyuntikkan dingin yang putih ke dalam tulang-tulangnya. Ia tidak tahan dingin. Raganya rentan. Sesaat setelah jaket abu-abu dikenakannya, saat itulah aku tahu nama pemuda itu. Perlahan ku eja nama yang tertulis dibagian dada jaketnya. SH. Dan sejak hari itu juga aku tidak lagi mengenalinya sebagai laki-laki berkopiah putih. Aku akan mengenalinya dengan namanya, yang menurutku, indah!.
Kuperhatikan ia. Berlari dan terjatuh. Mencari Tuhan. Mendung yang menggelayut sedari tadi akhirnya tumpah di sujud terakhirnya yang sangat lama, bersama raganya yang lemah. Memeluk sendi-sendiku yang dingin. Dan sejak saat itu, ia tidak bangun lagi dari sujudnya. Tenggelam dalam samudera pencariannya. Mencari Tuhan yang hilang.
Peluk aku sekali lagi, walau untuk terakhir kali. Sebelum orang-orang mengangkat ragamu. Membawamu menjauh dariku. Dan ku pastikan kau tidak akan mengunjungiku lagi, lelaki berkopiah putih.
Tepat di saat pertama kali aku mengenal namamu...

Angkasa bintang, Masjid Raya Mataram, Sabtu 050311, 12.40 siang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar