Pagi itu, Rinjani kokoh dihadapku
Anak-anak bercericit menyeruput dingin
dengan sepiring nasi goreng
Lahapku terhentak akan gaibmu
Ke mana?
Tak laparkah?
Ingin rasanya mencoba melempar tanya
pada mereka
Namun aku tahu itu tak ‘kan berarti
Karena sedari awal sepenuhnya aku
memahami mereka mengabaikanmu
Maka barisan pesan singkat itulah wujud
peduliku
Berharap kau baca dan bergegas berlari
dari sepimu
Menunggu lama, akhirnya kau bersedia
bersila didepan piringmu
Dalam diam hatiku memintamu untuk
melahapnya walau ku tahu kau sedang tak berselera
Untuk kali itu saja
Mengganjal lambungmu yang sedari kemarin
tak terisi penuh.
Kau, rupanya senang sekali berkawan
lapar?
Pada gigil malam Crater Rim Sembalun,
kembali kau biarkan lambungmu kosong
Sepiring mie instan pun tak sudi kau
sedekahkan untuk lambungmu
Kau aneh! Padahal kau lebih memahami
tentang takaran kalori yang kau butuhkan untuk melewati bukit dan tebing terjal
Rinjani
Dan ketika beberapa meter membersamaimu
menuju Crater Rim Senaru
Dapat aku rasakan langkahmu yang lelah
Aku tangkap dengan jelas ragamu yang
hampir roboh
[Dan barangkali lambungmu yang masih kosong]
Ingin rasanya aku berteriak ‘Hei,
istirahat dulu dan nikmati bekalmu!’
Namun celoteh tanpa hentimu membuyarkan
semuanya.
Ah, kau tahu, sepanjang Lembah Rinjani,
dua Crater Rim dan Segara Anak
Tak henti mereka membicarakanmu,
keanehan-keanehanmu
Sementara aku lebih memilih mendengar
dan merubah diriku menjadi kau saja
Agar omongan-omongan itu cukup aku saja
yang menikmatinya
Agar celotehmu tak terganggu, dan kau
nikmati perjalananmu tanpa rintang!
06/07/2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar